Jakarta, Itech – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam menjamin ketahanan air, pangan, maupun energi secara nasional, termasuk pada periode kenormalan baru. Padahal ketahanan air, pangan dan energi merupakan tiga tujuan utama pembangunan berkelanjutan dari Sustainable Development Goals (SDGs).
“Kondisi ini bisa mempengaruhi kemampuan dan kapasitas kita untuk mencapai target SDGs khususnya terkait air, pangan, dan energi, sehingga perlu penataan ulang tata kelola serta koordinasi ulang bagaimana bisa mencapai target tersebut,” kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko saat membuka webinar regional “Water – Food – Energy Security Towards SDGS in New Normal Era”, pada Kamis (23/7/2020). Webinar ini digelar LIPI dan Asia Pacific Centre for Ecohydrology (APCE) UNESCO bekerjasama dengan Kemenlu.
Berdasarkan data Global Food Security Index pada tahun 2018, ketahanan pangan global Indonesia berada di peringkat 65 dunia dan peringkat ke-5 di ASEAN. Meski peringkat terus naik, namun kendala di sektor air, pangan maupun energi masih cukup banyak. Di antaranya kebijakan desentralisasi, pengelolaan sumber daya yang tidak optimal, kurangnya koordinasi, serta tumpang tindihnya kewenangan antar sektor dan tingkatan.
“Webinar regional ini kita harapkan akan menjadi media untuk memahami bagaimana hubungan antara air, pangan, dan energi untuk mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan selama dan pasca pandemi. LIPI siap untuk menginisiasi, memfasilitasi riset dan inovasi untuk meningkatkan kontribusi bangsa ini dalam memecahkan berbagai problem terkait air, pangan, dan energi,” terang Handoko.
Secara khusus, lanjutnya, LIPI memiliki fokus riset untuk mendukung tiga aspek ketahanan tersebut. LIPI melakukan fokus riset terkait pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan serta penciptaan nilai tambah dari pangan lokal dari sumber daya alam darat maupun laut. Di bidang energi, LIPI fokus pada pengembangan energi berbasis sumber daya alam nabati, dan perkembangan teknologi dengan energi baru terbarukan seperti kendaraan listrik.
“Peran lembaga riset dan inovasi sangat penting untuk menentukan strategi pencapaian target SDGs terutama terkait air, pangan, dan energi,” tuturnya.
Febrian Alphyanto Ruddyard, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemenlu, mengatakan pandemi Covid-19 menyebabkan semua negara tidak hanya menghadapi darurat kesehatan tetapi juga dampak ekonomi sosialnya akibat pembatasan mobilitas dan aktivitas manusia. Laporan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan adanya Covid-19 mengakibatkan mundurnya progres-progres target SDGs secara global.
“Perlahan kita memasuki adaptasi kebiasaan baru dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan guna memutus rantai penyebaran virus baik di dalam negara maupun antara negara. Kita tidak akan lepas dari komitmen internasional untuk pencapaian SDGs atau agenda 2030. Saat ini adalah dekade untuk aksi SDGs dalam mencapai target-target pembangunan berkelanjutan dalam tahun 2030,” tuturnya.
Karena itu, lanjutnya, kita harus bisa memanfaatkan keterkaitan antara tujuan SDGs yang dapat menghasilkan manfaat yang optimal. “Ketahanan pangan, air, dan energi beririsan dengan ketiga pilar SDGs yaitu pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Pengelolaan yang optimal pada tiga bidang ini dapat mengangkat pencapaian tujuan SDGs lainnya,” terangnya.
Febrianto berharap webinar ini dapat memberikan pemikiran dan solusi konkret untuk pengentasan kemiskinan dan penurunan ketimpangan.
Direktur Eksekutif APCE-UNESCO, Ignasius Dwi Atmana Sutapa menjelaskan, air, pangan dan energi merupakan kebutuhan fundamental yang harus terjamin ketersediaannya. “Tanpa target pencapaian kemandirian di ketiga sektor tersebut, niscaya berbagai kendala akan muncul dan menganggu aktivitas kehidupan suatu negara,” ungkap Ignasius.
Pencapaian ketahanan air, pangan, dan energi merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Menurutnya, pemahaman adanya hubungan erat antara air, pangan dan energi akan berguna untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi pertukaran (trade-off) di berbagai sektor.
“Sumber daya air Indonesia melimpah, tetapi tidak merata. Sementara itu, iklim muson dapat menyebabkan banjir dan kekeringan. Sektor pertanian menggunakan hampir 90 persen air,” paparnya. Air merupakan inti dari hubungan ini dan perannya sangat penting untuk ketahanan pangan dan ketahanan energi.
Di sisi lain, implikasi berbagai kebijakan di masa pandemi Covid-19 dalam wujud pembatasan sosial berskala besar (PSBB), social distancing, serta berbagai pengaturan ruang publik menjadi permasalahan baru yang memicu kemacetan di sektor ekonomi. Ignasius menuturkan, koordinasi dan konsolidasi intensif dari para pemangku kepentingan, pemerintah maupun masyarakat di sektor air, pangan dan energi perlu dipastikan tetap berjalan sesuai target pembangunan berkelanjutan. (red)
Comments are closed.