itechmagz.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah melakukan penelitian tentang pertahanan cerdas (smart defense) Indonesia. Khususnya, untuk penguatan sistem pertahanan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Koordinator Pelaksana Kebijakan Bidang Pertahanan dan Keamanan BRIN Gerald Theodorus L.Toruan mengatakan, IKN menjadi Center of Gravity (COG), yakni sumber perekonomian baru, pusat pemerintahan, dan pusat kekuatan pertahanan. Namun, Theo menyoroti adanya kerentanan IKN sebagai COG.
“Kita lihat ada pilar kekuatan Cina dan Amerika Serikat di sekitar IKN. IKN dan kawasan Asia Tenggara lainnya berpeluang menjadi ‘zona penyangga’ atau bahkan ‘medan peperangan’ antara negara-negara besar,” ungkap Theo, dalam Focus Group Discussion bertajuk Smart Defense Indonesia: Penguatan Sistem Pertahanan di Ibu Kota Nusantara, di Gedung B.J. Habibie, Jakarta, Selasa (05/03/2024).
Smart defense, jelas Theo, merupakan sistem pertahanan negara yang menyinergikan pertahanan militer dan nirmiliter. Konsep ini mengedepankan diplomasi dan memadukan perkembangan teknologi, melalui pemanfaatan industri pertahanan nasional.
Hal ini sejalan dengan konsep kota cerdas IKN yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi secara efisien, inovatif, inklusif, dan berketahanan.
Wilayah udara IKN, lanjut dia, masuk dalam radius tiga kapabilitas militer Amerika Serikat, pesawat pembom strategis, pesawat jet tempur, dan rudal jelajah. Di sisi lain, wilayah IKN juga masuk dalam radius rudal balistik, pesawat jet tempur, dan pesawat pembom Cina.
Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2022 tentang Rencana Induk IKN mengamanatkan bahwa sistem dan strategi pertahanan berlapis ditempuh dengan smart defense. Yaitu, sinergi antara hard defense dan soft defense. Kemudian disinergikan dengan diplomasi total sebagai wujud dual strategi sistem pertahanan.
Telaah Smart Defense dengan Sishankamrata
Lebih lanjut Theo menjelaskan, konsep smart defense, pertama kali diperkenalkan oleh NATO (Organisasi Traktat Atlantik Utara) untuk mempromosikan kerja sama pertahanan antaranggota aliansi. Tujuannya, untuk menciptakan pemahaman bersama dalam membangun kapabilitas pertahanan yang efisien dan efektif.
Namun menurut Theo, konsep smart defense versi NATO ini tidak relevan untuk diaplikasikan di Indonesia. Pasalnya, Indonesia memiliki kebijakan luar negeri yang bebas aktif, tidak memihak dan beraliansi kepada salah satu negara di dunia.
Pihaknya menilai, konsep yang ada di dalam Pepres ini sebenarnya sama dengan sistem pertahanan rakyat semesta (Sishankamrata) yang sudah ada di Indonesia. Sishankamrata merupakan pendekatan holistik yang melibatkan seluruh komponen bangsa dalam rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara.
“Karena kalau kita bicara Sishankamrata, sifatnya kesemestaan. Dan sejak dulu Indonesia sudah melakukan diplomasi. Kemerdekaan Indonesia merupakan salah satu bentuk diplomasi yang dilakukan oleh Presiden Soekarno waktu itu,” beber Theo.
Karena itu di dalam penelitian ini, urainya, dirumuskan tiga masalah. Pertama, bagaimana pengertian dan kriteria smart defense Indonesia yang ideal untuk diterapkan di IKN. Kedua, bagaimana model smart defense Indonesia untuk IKN. Dan ketiga, bagaimana strategi pengimplementasian smart defense Indonesia di IKN.
“Walaupun pengertian smart defense ini sudah ada di Perpres dan Keputusan Menhan, kami di sini sifatnya bukan memberikan smart defense tandingan. Tapi kami mencoba menyempurnakan apa yang sudah disusun atau dirumuskan oleh Kemenhan, yang nantinya dituangkan dalam naskah kebijakan, untuk diserahkan kepada stakeholder terkait,” jelas Theo.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini, urainya, hanya terbatas pada ancaman militer saja. Tidak mencakup pada ancaman nonmiliter, ancaman hibrida, dan ancaman pandemi.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito mengatakan, ide tema riset ini berawal dari masukan Mabes TNI pada Forum Komunikasi Riset dan Inovasi tahun 2023 lalu. Dirinya berharap, output akhir dari kajian ini adalah berupa naskah kebijakan (policy paper) yang akan diberikan kepada stakeholder terkait bidang pertahanan.
“Harapannya, output berupa naskah kebijakan akan kami serahkan kepada stakeholder dari sektor pertahanan dan keamanan. Mudah-mudahan bisa memberikan tambahan masukan di dalam konteks pengembangan sistem secara nasional, dan secara khusus memperkuat sistem pertahanan ibu kota negara yang baru,” kata Mego.
Kegiatan FGD ini, tutur Mego, bertujuan untuk menjaring informasi-informasi awal dan menajamkan isu terkait smart defense dengan menghadirkan para pakar dari berbagai disiplin ilmu.
Pada kesempatan ini, Sumartono dari Deputi Bidang Koordinasi Bidang Pertahanan Negara Kemenko Polhukam mengatakan, sistem pertahanan di IKN mengacu pada sistem pertahanan yang bersifat semesta, deterrence defensive aktif, strategi pertahanan cerdas berlapis, serta disusun dengan menyesuaikan anti access/area denial.
“Sistem pertahanan mencakup pembangunan postur pertahanan negara, pembangunan sistem pertahanan – termasuk sistem smart defense di dalamnya, dan pembangunan kelembagaan,” jelasnya.
Pihaknya telah melakukan koordinasi dalam pengimplementasian smart defense di IKN ini.
“Kami melakukan pengintegrasian seluruh stakeholder terkait baik Kemenhan/TNI maupun kementerian/lembaga dan pemda pada sebuah sistem pertahanan cerdas terintegrasi dalam Pusat Komando IKN Nusantara,” tandasnya.
Sebagai informasi, FGD akan digelar selama 3 hari hingga Kamis (5/7), dengan menghadirkan stakeholder terkait pertahanan dan keamanan, antara lain Kemenkopolhukam, Bappenas, Kemenhan, Lemhannas, BSSN, universitas, dan Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN.
Sumber: brin.go.id
Comments are closed.