iTechMagz.id – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa khusus untuk arkeologi akan masuk ke program jangkar platform eskavasi. Dengan demikian hal ini akan memberikan garansi bahwa arkeolog mendapatkan platform yang permanen, sehingga mampu menyelesaikan satu lokasi secara tuntas.
“Tahun depan eskavasi akan fokus ke Daerah Aliran Sungai Bumi Ayu dan Bongal. Untuk sementara kita fokus ke dua daerah itu dulu, soalnya kita belum berpengalaman mengelola manajemen eskavasi, dan itu tidak mudah. Situs eskavasi nanti akan menjadi Kawasan Stasiun Lapangan, jadi akan menjadi kantor BRIN. Itu yang layak kita fasilitasi layaknya sebuah kantor dengan seperangkat alatnya,” kata Handoko pada hari ke-3 Peringatan 20 Tahun Penemuan Homo Floresiensis, Rabu (03/10/2023).
Lebih lanjut dia mengatakan, selain melakukan eskavasi, juga disertai dengan melakukan edukasi dan regenerasi. “Jadi kita tidak lagi berbasis wilayah. Teman-teman akan menjadi arkeolog dengan spesialisasi, subspesialisasi sebagaimana seharusnya. Dan saya yakin itu bisa terjadi, karena kita punya barangnya. Terlalu banyak barangnya di Indonesia yang belum pernah kita jamah,” sambungnya.
Menurut Handoko, yang menjadi masalah saat ini adalah bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki jurusan arkeologi hanya ada enam. Padahal potensi sumber daya arkeologi kita sangat besar dan perlu pengelolaan secara serius untuk bisa menjadi aset mahal bagi bangsa ini.
Maka dari itu, pihaknya bisa mengakomodasi potensi yang masih fresh graduate, tidak harus mereka yang sudah mengambil keahlian arkeologi. ”Kita lakukan edukasi yang sudah mengarah ke arkeologi, lalu paska sarjananya baru masuk ke arkeologi, dengan demikian dari paska sarjana ini nanti sudah menjadi arkeolog,” demikian angannya. Untuk mengatasi kekurangan SDM arkeologi tersebut, menurut Handoko, PTN BH harus memiliki jurusan arkeologi.
Di samping membuat platform, kata Hondoko, BRIN juga harus membangun infrastruktur salah satunya fasilitas Carbon Dating yang sudah siap untuk diinstalasi. ”Kita juga sudah punya peralatan material sains yang sudah lengkap. Jadi kalau sudah ada platform eskavasi, platform infrastruktur, juga tantangannya adalah outputnya nanti apa. Bagaimana kita akan memperlakukan working collection itu. Sementara salah satu infrastruktur working collection tahun depan rencananya adalah gedung koleksi khusus untuk artefak di Cibinong,” bebernya.
Terakhir, Handoko merasa bangga bisa menjadi bagian dari keluarga besar arkeologi. Pada kesempatan ini, sekaligus ia meresmikan Kampus Kawasan Sains Raden Panji Sujono dengan fasilitas tiga gedung yang sudah diberi nama, juga ada fasilitas Laboratorium. Dia mengharapkan, kawasan tersebut selain menjadi CWS dari pegawai BRIN, juga menjadi pusat kolaborasi riset internasional manuskrip, literasi, dan tradisi lisan.
Setelah memberikan sambutan, Kepala BRIN menandatangani prasasti dan meresmikan Kampus Kawasan Sains RP Soejono. Selanjutnya pemberian penghargaan kepada (alm.) R.P. Soejono and Mike J. Morwood atas dedikasinya yang telah merintis riset Liang Bua hingga membuka jalan ke penemuan Homo floresiensis pada tahun 2003. Kepala BRIN juga sempat melakukan kunjungan pameran hasil Riset Liang Bua dengan menyaksikan koleksi purbakala yang ada di kawasan tersebut.
Sebagaimana diketahui, temuan fosil manusia purba Homo Floresiensis di Liang Bua, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur oleh para peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Nasional pada tanggal 2 September 2003 telah menarik perhatian para arkeolog nasional maupun dunia. Untuk memperingati temuan tersebut, Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) BRIN menyelenggarakan seminar internasional secara hybrid yang menghadirkan para pakar arkeologi baik dari dalam maupun luar negeri.
“Peringatan ini bukan hanya untuk bernostalgia masa lalu ya, tetapi secara kebetulan tata kelola riset, tata kelola warisan budaya, semua telah mengalami perubahan dengan lahirnya BRIN,” ungkap Kepala OR Arbastra, Herry Jogaswara.
Herry menambahkan, bahwa sekarang tata kelola riset Arkeologi sudah tidak berbasis regional lagi. Jadi para periset bisa melakukan riset di wilayah manapun di Indonesia. “Platform riset arkeologi ke depan adalah: pertama, tidak lagi berbasis regional; kedua, bersifat multi disipliner; ketiga infrastruktur riset yang terkoneksi dengan organisasi riset lainnya di BRIN, dan diharapkan Aplikasi IMS sudah bisa diinstall tahun depan” jelas Herry.
Comments are closed.