BRIN Kembangkan Mobil Listrik Ramah Lingkungan Tanpa Pengemudi
Jakarta, Itech- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR IPT) tengah mengembangkan kendaraan listrik bersifat otonom atau tanpa pengemudi. Diketahui sebelumnya, BRIN telah mengembangkan kendaraan listrik bersifat semi otonom, yaitu menggunakan mekanisme pengemudian jarak jauh atau teleoperation.
Pengembangan kendaraan listrik sebelumnya difokuskan pada penguasaan teknologi komponen kunci. Seperti motor listrik, battery, control system/power electronics, platform dan charging system.
“Sedangkan Prioritas Riset Nasional (PRN) Kendaraan Listrik 2020–2024 berfokus pada penguasaan teknologi kunci kendaraan otonom, seperti sistem deteksi objek/sensor, sistem telekomunikasi, human to vehicle interaction, computer vision, dan sebagainya,” ungkap Kepala Organisasi Riset IPT BRIN, Budi Prawara, dikutip dari website brin.go.id, Selasa, (15/02).
Plt Kepala Pusat Tenaga Listrik dan Mekatronik, yang juga Koordinator PRN Kendaraan listrik, Haznan Abimanyu, menyampaikan pada 2021 penelitian sistem teleoperation mulai dilakukan. Penelitian dengan sumber daya gabungan peneliti dari Pusat Riset Informatika, Pusat Riset Tenaga Listrik dan Mekatronik, Pusat Riset Elektronika dan Telekomunikasi, serta Balai Pengembangan Instrumentasi.
“Tim peneliti merancang dan membangun dari awal platform kendaraan listrik yang digunakan. Platform tersebut diperuntukkan bagi kendaraan satu penumpang. Secara global, kendaraan listrik masa depan untuk perkotaan memang dirancang untuk satu atau dua penumpang. Kendaraan ini sering disebut sebagai micro electric vehicle,” tutur dia.
Micro Electric Vehicle–Teleoperated Driving System (MEVi–TDS)
Micro Electric Vehicle–Teleoperated Driving System (MEVi–TDS) merupakan sebutan untuk kendaraan listrik yang dibuat dan dikemudikan dari jarak jauh. Secara desain, MEVi–TDS terlihat simply futuristic.
Kendaraan dilengkapi dengan 4 buah lampu LED di bagian depan, lampu rem berbentuk oval di bagian belakang, serta 6 lampu LED membentuk segitiga sebagai lampu sein. Di bagian kap atas, ditambahkan lampu rotator berwarna amber yang akan menyala sebagai alarm bila terjadi kegagalan fungsi dari teleoperation.
MEVi–TDS memiliki dimensi panjang 1.475 mm, lebar 990 mm, serta tinggi 1.470 mm. Berat sekitar 80 kg, memakai velg 8 inc, dan jarak sumbu roda 1.150 mm dengan ground clearance 70 mm.
Kemudian, dilengkapi baterai lithium ion 48 Volt 12 Ah. Karena hanya menggunakan baterai 12 Ah, maksimal pemakaian sekitar 46 menit untuk pemakaian dengan kecepatan maksimal 10,88 km/jam. Kapasitas baterai akan ditingkatkan, tetapi kecepatan maksimal MEVi–TDS untuk saat ini tidak akan dinaikkan karena kendaraan tanpa pengemudi.
MeVi–TSD menggunakan motor BLDC (motor brushless dc) 750 Watt, tenaga 1 HP, torsi 2,36 Nm yang mampu mengangkat beban hingga 600 Kg. MEVi–TDS juga dilengkapi dengan 6 sensor ultrasonik sebagai sensor jarak, sensor IMU untuk mengetahui orientasi kendaraan, GPS untuk mengetahui posisi secara tepat, dan 4 buah kamera yang berfungsi sebagai vision.
Pusat pengendali sebagai pemroses data di MEVi–TDS menggunakan Nvidia Jetson AGX Xavier yang akan berkomunikasi dengan workstation di command station menggunakan jaringan WiFi AC (IEEE 802.11ac). Topologi infrastruktur telekomunikasi yang digunakan ialah topologi jaringan wireless multihop.
Di sisi command station, beberapa perangkat keras digunakan untuk memberi komando kepada kendaraan. Dengan menggunakan workstation dilengkapi GPU yang digunakan untuk memproses kiriman data dari kendaraan.
“Selain itu dilengkapi juga simulator lengkap dengan driving force wheel-nya serta memakai 3 monitor yang ditopang oleh free standing triple monitor stand,” tutur Haznan.
Hanya digunakan di kawasan khusus
Potensi implementasi kendaraan otonom single atau double seater atau lebih dikenal dengan individual transpotation ini dapat digunakan di area terbatas atau kawasan khusus. Contohnya, kebun raya, objek wisata, kawasan perumahan, industri, dan perkantoran, yang dapat digunakan sebagai feeder untuk transportasi massal lain dan sejenisnya. Potensi implementasi yang cukup luas ini diharapkan dapat menjalin kerja sama dengan mitra yang saat ini sedang dijajaki.
“Dengan adanya kerja sama dengan berbagai mitra diharapkan dapat memacu dan memberikan semangat kepada tim pengembang, selain scientific output berupa publikasi ilmiah dan hak kekayaan intelektual, juga dapat menghasilkan karya yang dapat diimplementasikan,” ungkap Budi.
Pada riset kendaraan otonom ini, bagian yang paling krusial adalah ketika peneliti melakukan integrasi antara sistem mekanik atau elektrik dengan sistem deteksi objek berbasis LIDAR, RADAR atau kamera, serta sistem telekomunikasi. Sehingga dapat berfungsi sebagai kendaraan otonom.
Budi berharap proses integrasi berjalan baik, uji performa dapat segera dilakukan, dan dapat menjaring mitra industri yang nantinya akan mengomersialisasikan hasil riset ini melalui proses lisensi.
“Selain itu MEVo-TDS diharapkan dapat menjadi cikal bakal pengembangan kendaraan otonom untuk kapasitas penumpang yang lebih besar, seperti mikro bus dan bus sedang maupun bus besar,” kata Budi.
Budi menyebut dengan kemampuan sistem teleoperation yang telah dikembangkan lebih dahulu oleh negara maju akan menghasilkan purwarupa yang mendekati level manufaktur.
Comments are closed.