Jakarta, Itech- Pemindahan alat dari laboratorium Gedung Eijkman ke Cibinong Science Center mendapat perhatian publik karena dianggap tidak sesuai prosedur. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko menyebut hal tersebut tidak benar.
“Informasi pemindahan alat dengan tidak sesuai prosedur adalah tidak benar,” tegas Handoko pada (13/1).
Pemindahan alat dari laboratorium Gedung Eijkman merupakan bagian dari penataan kembali riset dan fasilitas di Eijkman. Untuk memastikan semua barang sesuai dengan status terakhirnya, tim harus melakukan proses stock opname seluruh barang dan peralatan sebelum dilakukan serah terima.
“Tentu kami juga tidak ingin ada alat yang rusak. Karena semua akan dikelola sebagai bagian dari resource sharing untuk semua periset mengikuti SOP (standard operational procedure) yang ada,” tuturnya.
Alat/mesin yang dipindah itu bukan NovaSeq6000, tapi mesin sanger sequencing. Tim infrastruktur sudah berkonsultasi dengan pihak vendor dan mereka sudah menyetujui prosedurnya. Setelah dipindah, mesin sanger sekuensing ABI 3500XL itu akan diinstalasi, diuji fungsi dan dikalibrasi kembali oleh vendor yaitu PT. Enigma.
Sementara untuk pemindahan mesin illumina Novaseq dan lainnya masih belum dilakukan. Hal itu karena beberapa hal, khususnya terkait penawaran harga pemindahan yang dirasa terlalu mahal, dan masih dinegosiasikan kembali.
Handoko menyebutkan, pemindahan lab Eijkman sudah diusulkan pihak Eijkman sejak 2020. Alasannya utamanya karena gedung tersebut sudah terlalu sempit dan tidak mungkin dikembangkan lagi karena merupakan cagar budaya.
Opsi lokasi baru lab Eijkman adalah Puspiptek atau CSC (Cibinong Science Center) Cibinong. Karena Eijkman di bawah administrasi langsung Kemenristek, maka waktu itu diputuskan pindah ke Puspiptek Serpong yang juga berada di bawah Kemenristek, sedangkan CSC berada di bawah LIPI. Dana pemindahannya diusulkan sebesar 1,5T bersumber dari pinjaman luar negeri melalui JICA.
“Pasca integrasi BRIN, diputuskan pindah ke CSC yang memang telah menjadi pusat riset untuk life sciences. Di sana sudah banyak infrastruktur tersedia, termasuk Gedung Genomik yang baru dibangun,” imbuhnya.
“Di CSC ada lebih kurang 700 periset di bidang terkait, sehingga kami jadi tidak perlu membangun baru sama sekali, yang berpotensi tumpang tindih. Ini salah satu keuntungan riil dari integrasi BRIN,” imbuhnya.
Gedung Eijkman, sesuai kesepakatan, dikembalikan ke Kemenkes. Gedung tetap dipertahankan sebagai cagar budaya. Juga sebagian tetap sebagai laboratorium riset, khususnya riset berbasis layanan kesehatan. Sedangkan riset berbasis laboratorium murni dipusatkan di Gedung Genomik baru di Cibinong.
Ada beberapa laboratorium dan alat yang tidak perlu dipindah, seperti BSL-3, TEM organik, forensik, dan lainnya. Semua laboratorium dan alat tetap dikelola Deputi Infrastruktur BRIN, dan dipakai bersama.
“Peralatan yang sedang dipindah saat ini bukan termasuk yang membutuhkan perlakuan khusus seperti NovaSec. Tim juga sudah berkoordinasi dengan vendor, dan saat instalasi kembali di Cibinong akan dikalibrasi ulang oleh vendor,” ujarnya.
Handoko yakin, Tim Deputi Infrastruktur BRIN sudah berpengalaman mengadakan – memelihara – mengoperasionalkan bertahan peralatan riset, mulai dari kapal, pesawat sd beragam electron microscope. Tim juga sudah melakukan inventarisasi dan mitigasi setiap jenis alat di Eijkman sejak tahun lalu.
Di proses manajemen baru, seluruh infrastruktur riset dikelola secara terpusat oleh Deputi Infrastruktur, sehingga periset bisa fokus ke riset dan tidak dibebani dengan hal lain diluar riset. Di lain sisi ini memastikan seluruh alat bisa dibuka sebagai sumber daya bersama, sehingga utilisasi meningkat dan memfasilitasi seluruh pihak termasuk kampus dan industri, tentu dengan SOP tertentu.
Manajemen open platform ini sudah diimplementasikan sejak 2018 di LIPI. Sehingga Tim yang menangani pemindahan alat laboratorium dipastikan sudah sangat berpengalaman.
BRIN dan RSCM juga telah bersepakat untuk berkolaborasi dengan skema PKR (Pusat Kolaborasi Riset) BRIN. Info lebih lengkap terkait skema PKR ada di http://pendanaan-risnov.brin.go.id.
“Kemungkinan akan ada beberapa PKR BRIN-RSCM, di antaranya untuk Forensik Genetika, dan lainnya. Dengan demikian, BRIN tetap dapat mendukung dalam bentuk pembiayaan dan infrastruktur, meski gedung dikelola RSCM,” sebutnya.
“Di lain pihak, ini akan membantu peningkatan dinamika riset berbasis layanan kesehatan, karena RSCM berpengalaman melakukan studi klinis, dan tersedia sampel pasien secara kontinyu,” pungkasnya. (red)
Comments are closed.