Jakarta, Itech- Berbagai diskusi publik digelar pasca terintegrasinya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Salah satunya Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) yang menggelar “Weekend Indonesia Dialog” atau WeID edisi ke–68, pada Jumat (7/1).
Ketua Dewan Pengawas IABIE, Oni Bintoro mengatakan, proses pemetaan sumber daya manusia (SDM) BRIN telah berjalan ke arah yang benar, hingga media ramai menebarkan isu publik tentang pembubaran Eijkman. “Kita berharap WeID dan IABIE bisa berkontribusi tentang isu ini, untuk menunjukkan kita sensitif dan juga berkontribusi kepada bangsa agar isu yang sedang panas ini memiliki soft landing,” ujar Oni.
Dialog menghadirkan Plt. Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkmen BRIN, Wien Kusharyoto. Ia mengungkapkan, sejak ditunjuk sebagai pelaksana tugas, dirinya menilai ada beberapa poin yang akan menjadi masalah besar ketika Eijkman terintegrasi ke dalam BRIN.
Pertama, masalah gedung Eijkman yang merupakan milik RSCM dan rencana pemindahan peralatan riset ke Cibinong. Sejak 2016 kontrak peminjaman gedung Eijkman belum diperpanjang dan diminta untuk dikembalikan oleh Kementerian Kesehatan. Kedua, hampir 70% SDM Eijkman adalah pegawai honorer.
“Jumlah staf Eijkman adalah 155 orang, 42 diantaranya adalah ASN, dan sisanya 113 orang adalah pegawai honorer. Dari 42 orang ASN 24 orang adalah peneliti, tujuh orang bukan bagian dari BRIN, dan dari 113 honorer 71 orang adalah tenaga honorer peneliti/periset, dan sisanya sebanyak 42 orang adalah tenaga keamanan, tenaga administrasi, tenaga kebersihan dan juga teknisi,” rinci Wien.
Wien menegaskan jika di berita ada yang menyebutkan ratusan peneliti diberhentikan, tidak benar adanya. Dirinya menuturkan bahwa dari 71 orang tenaga honorer tersebut ada beberapa yang sudah diterima di Universitas di dalam dan luar negeri sebagai mahasiswa S2/S3. “Diharapkan dari eks tenaga honorer peneliti di Eijkman seluruhnya dapat mendaftar sebagai mahasiswa S2 dan S3,” ungkap Wien.
“Sehingga dapat diusulkan kepada Direktorat Manajemen Talenta BRIN agar dapat direkrut kembali sebagai asisten riset sesuai dengan mekanisme yang ada. Melalui cara tersebut, mereka dapat dimudahkan dalam pembiayaan kuliah dan risetnya,” tambahnya.
Sebagai informasi, dua dari lima tenaga honorer peneliti bergelar S3 sudah diterima sebagai calon PNS, satu orang diterima sebagai calon PPPK. Wien juga menerangkan, setelah berkoordinasi dengan pihak RSCM, gedung Eijkman sudah dikembalikan kepada pihak RSCM.
“Berdasarkan MoU antara BRIN dengan RSCM mengenai riset translational yang ditandatangani pada bulan Desember lalu, Eijkman masih dapat menggunakan gedung untuk melakukan riset-riset translational dengan menggunakan alat-alat yang akan tetap dipertahankan di gedung Eijkman. Di samping itu, terdapat pula kesempatan tenaga honorer yang akan direkrut oleh RSCM,” jelasnya. “Saat ini, PRBM Eijkman sudah mengusulkan dua rumah program, yaitu rumah program penyakit infeksi dan rumah program yang terkait dengan Covid-19,” imbuh Wien.
Ines IC Atmosukarto, narasumber dari CEO/CSO Lipotek, Canberra, Australia mengungkapkan, kondisi sekarang ini masih dinamis dan masih dicari jalan keluar agar tidak terjadi keresahan. “Ke depannya, bagaimana membuat suatu pusat translational dimana penelitian akan lebih fokus kepada pasien dan bagaimana meningkatkan kualitas dari pelayanan yang diberikan,” harapnya.
“Mungkin dari semua kegaduhan sekarang akan keluar suatu program yang lebih baik, bagaimanapun Eijkman adalah legacy Indonesia” pungkas Ines.
Comments are closed.