Jakarta, Itech- Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) berawal saat Indonesia berhasil melaksanakan uji terbang pesawat Gatotkaca N-250 untuk pertama kalinya sebagai hasil produksi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN, sekarang PT Dirgantara Indonesia) pada 10 Agustus 1995. Keberhasilan tersebut merupakan bukti nyata prestasi putra-putri bangsa dalam upaya mengembangkan, menerapkan serta menguasai iptek khususnya dalam bidang kedirgantaraan. Oleh karena itu, sesuai dengan keputusan Presiden RI Nomor 71 Tahun 1995, tanggal 10 Agustus pun ditetapkan sebagai Hakteknas.
Dan, 26 tahun berselang, semangat lepas landas pesawat N-250 tersebut pun akan dilanjutkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui PUNA Elang Hitam (Pesawat Udara Nirawak Medium Nir-Awak jenis Medium Altitude Long Endurance). Inovasi teknologi di bidang pertahanan ini rencananya akan terbang perdana pada akhir tahun 2021. Dalam mensosialisasikan hasil kaji terap kepada stakeholders dan publik, BPPT mengadakan virtual open house PUNA Elang Hitam dengan harapan mendapatkan masukan dari stakeholders guna memperkaya strategi pengembangan di tengah tantangan dan peluang yang terjadi akibat wabah pandemi Covid-19.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan PUNA Elang Hitam merupakan upaya lompatan teknologi masa kini sebagai langkah menjangkau teknologi maju di masa depan menuju Indonesia emas di tahun 2045. PUNA Elang Hitam yang dapat beroperasi otomatis dan memiliki daya tahan terbang lebih dari 24 jam ini, dikembangkan bersama dalam sebuah konsorsium nasional yang melibatkan Kementerian Pertahanan, TNI AU, BPPT, LAPAN, ITB, PT DI, dan PT LEN. BPPT pun ditunjuk sebagai koordinator Prioritas Riset Nasional (PRN) PUNA Elang Hitam sesuai dengan Peraturan Menteri Ristekdikti No. 38 Tahun 2019.
Hammam mengatakan tujuan akhir dari Konsorsium PUNA Elang Hitam yaitu mengakomodir kebutuhan alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI khususnya drone jenis kombatan yang sekelas dengan drone canggih milik Turki (AnKA), Amerika Serikat (Predator), dan Israel (Heron). Lebih lanjut menurutnya, penguasaan teknologi PUNA Elang Hitam dapat menjadi sarana bagi kemajuan teknologi pertahanan nasional yang secara bertahap dapat membangun kemandirian teknologi sub-sistem PUNA jenis MALE oleh anggota konsorsium. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan produk drone MALE kombatan yang dapat diterima TNI AU sesuai persyaratan operasi dan spesifikasi teknis yang dituangkan ke dalam system requirement document (SRD).
Kegiatan PUNA Elang Hitam, disebutkan Hammam, memiliki 3 (tiga) sub kegiatan pendukung, yakni pembangunan platform (wahana), pembangunan flight control system (FCS) dan mission system, serta pembangunan sistem senjata dan integrasinya. Dalam kesempatan yang bertepatan dengan peringatan Hakteknas, Hammam berujar virtual open house PUNA Elang Hitam ini memberikan kesempatan kepada publik untuk mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh anggota konsorsium PUNA Elang Hitam. Masyarakat dapat mengetahui kegiatan yang dilaksanakan tidak hanya di BPPT, namun juga di LAPAN dan PT DI dalam rangka menyiapkan PUNA Elang Hitam. Hammam mengajak semua pihak untuk mensukseskan agar PUNA Elang Hitam dapat terbang perdana di 2021 dan menjalankan pentahapan sebaik-baiknya agar mampu mewujudkan misi kombatan di tahun 2025.
Konsorsium PUNA Elang Hitam
PUNA Elang Hitam yang dikembangkan BPPT bukanlah sekadar drone yang biasa kita lihat sehari-hari. Pesawat tanpa awak versi tipe ini, dibangun khusus untuk kepentingan pertahanan dan keamanan khususnya di lingkungan TNI. Drone berjenis MALE ini akan memiliki jangkauan jelajah operasi 23.000 kilometer non-stop dengan ketahanan terbang tinggi selama 30 jam, siang dan malam, dalam radius 250 km. Dengan kemampuan tersebut, PUNA Elang Hitam akan digunakan untuk membantu Kementerian Pertahanan, dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara.
Secara fisik, PUNA Elang Hitam memiliki panjang 8,30 meter dan bentang sayap sepanjang 16 meter. Kegiatan pengembangan PUNA Elang Hitam sendiri dimulai sejak tahun 2015, dimulai dari inisiasi Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang kemudian dilanjutkan secara paralel bersama pihak BPPT.
Pada tahun 2017 sesuai perjanjian kerja sama (PKS) nomor Perjama/38/VIII/08/2017 dan nomor 35/PKS/BPPT/08/2017 para pihak yang terdiri dari Kemhan (diwakili Balitbang), TNI AU (diwakili Dislitbang TNI AU), BPPT, PTDI, PT LEN, ITB bersepakat untuk membangun konsorsium yang melakukan Perekayasaan dan Pengembangan Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) Medium Altitude Long Endurance (MALE) dalam rangka pemenuhan produk Alpalhan dan industri pertahanan. Pada Tahun 2019, anggota Konsorsium MALE bertambah dengan bergabungnya LAPAN. Pada tahun 2020, program PUNA MALE menjadi salah satu program prioritas strategis nasional sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden nomor 109 tahun 2020.
Masing-masing anggota Konsorsium mendapat tugas spesifik, yakni Kemhan sebagai pengawas program dan pembinaan industri pertahanan, lalu Dislitbang TNI AU melakukan supervisi program agar selalu sesuai dengan Operation Requirement (OPSREQ). Selanjutnya, BPPT yang bertindak sebagai koordinator program MALE Kombatan dalam kerangka PRN, koordinator teknis PSN, melakukan kegiatan kerekayasaan dan pengembangan. Kemudian LAPAN membangun test bench pengujian mission system, pengembangan payload Radar SAR dan Sistem Komunikasi berbasis Satelit Communications (SatCOM).
Dari pihak industri, PT DI sebagai lead integrator berperan dalam semua kegiatan teknis (engineering), dan PT LEN sebagai pengembang flight control system (FCS), mission system dan data link. Lalu pihak akademisi yang diwakili oleh ITB berperan sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga terdidik guna mendukung program ini.
Program pengembangn PUNA Elang Hitam pun dibagi menjadi beberapa tahap, yakni: Tahap 1: pembangunan artikel (wahana) terbang dan pembuktian konsep (proof of concept) Tahap 2: perolehan sertifikasi tipe (type certificate) agar produk dapat diproduksi secara industrial (industrial production series) Tahap 3: pembangunan artikel (wahana) integrasi dengan mission system hasil TKDN dari industri pertahanan nasional yang terintegrasi dengan platform. Tahap 4: pembangunan artikel (wahana) yang dipersenjatai yang terintegrasi dengan mission system hasil TKDN hingga tersertifikasi dan dapat diproduksi secara industrial.
PUNA Elang Hitam pun diharapkan dapat menghemat devisa nasional sehingga banyak nilai tambah dari proses desain, manufakturing yang dapat diserap ke dalam negeri. Disamping penghematan pada pengadaan PUNA Elang Hitam, penguasaan desain dan rancang bangun PUNA Elang Hitam makan akan menumbuhkan industri pesawat nir-awak serta industri komponen/pendukung lainnya, seperti motor listrik servo, landing gear, yang sesuai agar PUNA Elang Hitam dapat terus beroperasi secara berkelanjutan. (red)
Comments are closed.