Jakarta, itechmagz.id — Di tengah derasnya laju teknologi dan transformasi digital yang menyentuh hampir semua aspek kehidupan, kebutuhan masyarakat sipil untuk menguasai kecerdasan artifisial (AI) semakin tidak terelakkan. Para pegiat komunitas, yang selama ini menjadi garda depan dalam pendidikan publik, advokasi sosial, dan pembelaan terhadap kelompok rentan, kini menghadapi tuntutan baru: bekerja lebih cepat, lebih tepat, dan lebih strategis dalam ekosistem informasi yang semakin rumit.
Kesadaran akan urgensi tersebut mengemuka dalam penyelenggaraan AI Warrior National Bootcamp 2025 yang digagas MAFINDO melalui program NextGen AI. Acara yang diselenggarakan selama dua hari, 18-19 November 2025 di Holiday Inn & Suites Gajah Mada, Jakarta, ini mencerminkan isu yang besar dan mendesak — yakni bagaimana komunitas masyarakat sipil dapat bersiap memasuki era baru di mana literasi AI bukan lagi keahlian tambahan, melainkan landasan baru dalam kerja-kerja sosial modern.
Ketua Presidium MAFINDO, Septiaji Eko Nugroho, dalam pemaparannya menyebut bahwa teknologi AI mengubah cara masyarakat bekerja, mengkonsumsi dan memproduksi informasi, serta mengatasi masalah. “AI secara drastis mengubah bagaimana komunitas masyarakat sipil menjalani kerja edukasi dan advokasi. AI harus dipandang sebagai mitra kolaborasi yang bisa memberikan banyak manfaat, tanpa melupakan dampak risiko AI yang harus dimitigasi. Dengan pemahaman penerapan AI yang seimbang, komunitas masyarakat sipil dapat lebih gesit untuk mengatasi permasalahan masyarakat di tengah tantangan dunia yang semakin kompleks,” jelas Septiaji.
Septiaji menambahkan bahwa banyak persoalan publik dewasa ini tidak lagi dapat diselesaikan hanya dengan kerja manual atau pola pikir lama. Dari deteksi hoaks, pemetaan masalah sosial, analisis tren, hingga produksi konten edukatif, kini membutuhkan bantuan AI agar hasilnya lebih presisi dan berdampak. Pendekatan tersebut, lanjutnya, harus dapat diakses oleh siapa pun yang bekerja untuk kepentingan masyarakat.
Salah satu sorotan penting pelatihan ini adalah kehadiran Faith Chen, News Partnerships, Google APAC, yang menekankan pemanfaatan AI secara bertanggung jawab. Masyarakat sipil, katanya, memiliki peran besar dalam memastikan teknologi ini tidak memperparah polarisasi, melainkan memperluas ruang aman digital. Dalam pemaparannya, Chen menjelaskan bagaimana teknologi AI membuka peluang baru bagi organisasi masyarakat sipil untuk memperluas jangkauan kerja mereka, terutama bagi komunitas dengan sumber daya terbatas. AI seharusnya dilihat bukan sebagai sistem rumit yang menghambat, melainkan sebagai rekan kerja yang dapat meringankan beban operasional, menganalisis data secara cepat, dan mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti. Chen menjelaskan bahwa Google memiliki tools PinPoint dan SynthID (Google DeepMind) yang memberikan manfaat signifikan bagi integritas informasi dan mempermudah kerja organisasi.
Dari internal program, Puji F. Susanti, Project Leader Mafindo NextGen AI, sekaligus anggota presidium Mafindo, menegaskan bahwa literasi AI perlu dipandang sebagai kompetensi baru bagi seluruh pegiat masyarakat sipil—baik mereka yang bergerak di isu perempuan, keberagaman, digital, pendidikan, lingkungan, UMKM, kesehatan, hingga advokasi hukum. Menurutnya, organisasi kini berada pada fase di mana produktivitas tidak hanya diukur dari seberapa keras seseorang bekerja, tetapi seberapa cerdas ia memanfaatkan teknologi.
Selama sesi pelatihan, peserta diperkenalkan pada bagaimana AI dapat menjadi asisten kerja yang bukan hanya membantu tugas-tugas administratif, tetapi juga mampu memberi perspektif baru melalui simulasi, analisis data, dan rekomendasi strategis. Materi hari pertama memaparkan dasar-dasar literasi AI, etika, dan tanggung jawab digital, serta cara memanfaatkan AI untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Hari kedua membawa peserta lebih jauh pada kontribusi AI dalam dunia advokasi, mitigasi risiko deepfake, hingga percepatan pembuatan alat bantu berbasis teknologi yang relevan bagi kebutuhan komunitas.
Pelatihan intensif ini diikuti oleh kurang lebih 100 peserta dari berbagai organisasi dan komunitas nasional, mulai dari organisasi perempuan, komunitas lingkungan, organisasi riset, komunitas digital, hingga organisasi yang bergerak pada isu edukasi dan advokasi sosial. Dengan latar belakang yang beragam, seluruh peserta dipersatukan oleh kebutuhan yang sama: bagaimana meningkatkan kapasitas organisasi mereka agar tetap relevan dan mampu menjawab tantangan zaman.
Di luar ruang kelas, para peserta juga menunjukkan optimisme bahwa AI bukan hanya teknologi futuristik, tetapi alat kerja yang harus digunakan saat ini. Banyak peserta melihat bahwa inovasi berbasis AI dapat membantu mereka memperluas jangkauan kampanye publik, merancang program yang lebih tepat sasaran, dan menyampaikan informasi yang lebih akurat kepada masyarakat. Pemanfaatan teknologi yang cerdas juga diharapkan dapat mengurangi beban administratif dan memungkinkan para pegiat komunitas fokus pada strategi dan dampak.
Dalam konteks global, adopsi AI oleh masyarakat sipil telah menjadi indikator penting katalisator demokrasi. Organisasi publik kini dituntut memahami bagaimana algoritma membentuk opini, bagaimana konten dapat dimanipulasi melalui teknologi generatif, dan bagaimana masyarakat perlu dilindungi dari disinformasi yang semakin halus. Melalui pelatihan intensif ini, MAFINDO berharap para peserta dapat menjadi garda depan dalam memastikan bahwa teknologi AI digunakan untuk kepentingan publik, bukan sebaliknya.
MAFINDO melalui program NextGen AI menegaskan komitmennya untuk terus memperluas akses pelatihan, meningkatkan kolaborasi lintas komunitas, serta membangun ekosistem digital yang sehat, aman, dan bertanggung jawab. Penguasaan AI tidak lagi sekadar pilihan, melainkan syarat utama bagi masyarakat sipil Indonesia untuk tetap memiliki peran sentral dalam menghadapi dinamika sosial dan informasi yang terus berubah.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.