Jakarta, Itech – Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza secara resmi membuka gelaran Rapat Kerja BPPT Tahun 2019 di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (12/3).
Raker ini bertajuk “Penguatan Kelembagaan, Pemberdayaan SDM dan Penajaman Program Kita Tingkatkan Peran BPPT dalam RPJMN 2020-2024,” BPPT berupaya keras meningkatkan daya ungkit dan impact secara nasional.
Dalam sambutannya Kepala BPPT menyampaikan BPPT akan fokuskan melalui mekanisme flagship (program prioritas nasional) sehingga pemanfaatan kompetensi SDM, fasilitas dan anggaran dapat dilakukan secara sinergis dan optimal.
Selain itu, juga diarahkan pada inovasi berbasis kebutuhan pasar (demand driven innovation) sehingga hasil produk inovasi dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan pengguna baik industri, instansi pemerintah maupun masyarakat luas, sesuai nilai SPEED dari tagline BPPT Solid, Smart dan Speed.
Selain program yang sudah berjalan sebelumnya, komitmen BPPT untuk terus berkontribusi dalam pembangunan nasional dan SDGs, juga dilaksanakan pada bulan ini (Maret 2019), diantaranya peresmian PLT BIOGAS dari limbah cair kelapa sawit (POME) di pabrik kelapa sawit PTPN V di Terantam, Kab. Kampar, Riau.
“Program lain, dengan diresmikan PLTSampah di Bantargebang bekerjasama dengan PemProv DKI. Juga deploy Ina TEWS Merah Putih di Selat Sunda untuk mitigasi bencana tsunami dan peresmian pilot project pengolah emas non merkuri di Kulon Progo, Yogyakarta,” tegasnya.
Menurut Hammam, “BPPT tidak akan melakukan penelitian dalam semua bidang. Tapi akan focus pada program prioritas kebutuhan nasional. Tentu saja program yang berkelanjutan atau SDGs,”.
Lebih lanjut dikatakan, Raker BPPT kali ini menjadi sangat penting dalam menentukan langkah BPPT kedepan, karena tahun 2019 ini merupakan akhir dari RPJMN 2015-2019 dan awal dari penyusunan Rancangan RPJMN 2020-2024.
Kebijakan dan keputusan yang kita ambil dalam Raker BPPT 2019, akan menjadi dasar seberapa besar BPPT akan berkontribusi dalam pembangunan nasional pada lima tahun mendatang dan mempercepat terciptanya Indonesia Berdaya Saing dan Berdaulat Berbasis Iptek.
Dipaparkan oleh Kepala BPPT, berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) posisi daya saing Indonesia pada tahun 2018 berada pada peringkat 45. Di kawasan Asia Tenggara Peringkat daya saing Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Singapura (2), Malaysia (25), dan Thailand (38).
Sementara nilai Adopsi ICT (61,1), Kecanggihan Bisnis (69,0 ) dan Inovasi (37,0) dari skala 1-100. “Hal ini mencerminkan bahwa Iptek belum berperan secara signifikan dalam meningkatkan daya saing Indonesia,” ungkapnya.
Di sisi lain kebijakan “Making Indonesia 4.0” yang telah dicanangkan oleh pemerintah dalam rangka memasuki era revolusi Industri 4.0, memerlukan berbagai kesiapan yang holistik mulai dari pembangunan dan penguatan infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), pembangunan dan penguatan sektor iptek, kebijakan dan regulasi pendukung. (red/ju)
Comments are closed.