Menristek/Kepala BRIN Hadiri STS Forum

24

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Jakarta, Itech- – Menristek/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro berpartisipasi dalam penyelenggaraan 17th Annual Meeting of Science Technology in Society forum (STS forum) yang digelar 3 – 6 Oktober 2020. Tahun ini, kegiatan tersebut mengusung tema “Peran Iptek di Era Pasca COVID-19.”

STS forum merupakan lembaga nirlaba internasional yang dibentuk pada tahun 2004 di Jepang, yang bertujuan untuk memajukan kontribusi Iptek di dunia, serta mengembangkan jejaring antara pemangku kepentingan Iptek dari sektor bisnis, politik, akademisi, pemerintah, dan media massa.

Menteri Bambang menyatakan bahwa saat ini COVID – 19 merupakan tantangan besar bagi negara-negara di seluruh dunia. Namun demikian, hal ini juga dapat menjadi peluang terlebih bagi Indonesia untuk mendorong transformasi digital dan menciptakan ekosistem Less Contact Economy (LCE) yang merupakan salah satu penggerak menuju ekonomi berbasis inovasi yang berkelanjutan.

“Melalui konsorsium riset dan inovasi COVID – 19 di bawah kementerian kami, Indonesia telah mengembangkan lebih dari 61 inovasi selama masa pandemi ini dengan pendekatan triple-helix. Saat ini kami juga sedang berupaya mengembangkan vaksin melalui dua jalur, yaitu berkolaborasi dengan negara lain. Serta di sisi lain, kami juga mengembangkan vaksin sendiri, vaksin Merah Putih yang telah mencapai kemajuan 50%,” ungkap Menteri Bambang.

Lebih lanjut Bambang berharap agar negara-negara dapat saling berkomitmen untuk berkolaborasi dengan lebih banyak entitas di seluruh dunia khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi untuk dapat meneruskan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengatasi masalah di masa yang akan datang.

Pertemuan ini dipimpin oleh Inoue Shinji, Menteri Negara bidang Kebijakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jepang. Selain itu, pertemuan ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan Menteri di bidang Iptek maupun pejabat setara dari 35 negara yang berpartisipasi, seperti Angola, Brazil, India, Kanada, dan Rusia.

Pada kesempatan itu, Menristek Bambang menjelaskan perspektif Indonesia tentang perekonomian global pasca covid – 19 dan peran penting yang akan dimainkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi terlebih peran universitas dalam hal penelitian dan pendidikan. Setidaknya terdapat dua hal yang menjadi pelajaran penting khususnya bagi Indonesia selama masa pandemi ini. Pertama mengenai transformasi digital dan yang kedua mengenai semangat kolaborasi riset.

Adsense

“Sebagaimana yang telah kita ketahui sebelum masa pandemi, kita telah berada di era revolusi industri 4.0. Kemudian, masa pandemi bagi Indonesia setidaknya telah mempercepat perlunya melakukan transformasi digital karena semuanya kini dilakukan dalam Less Contact Society, sehingga kita biasa menyebut situasi saat ini sebagai Less Contact Economy (LCE). Dengan percepatan transformasi digital, tentunya semakin banyak kegiatan rutin yang akan tergantikan oleh pendekatan digital termasuk dalam dunia pendidikan,” jelas Bambang.

Meskipun saat ini butuh upaya lebih untuk beradaptasi dari pembelajaran luring ke pembelajaran daring, Menteri Bambang yakin bahwa pembelajaran secara daring harus tetap dilanjutkan karena pembelajaran ini akan menjadi masa depan dari pendidikan itu sendiri. Namun tentunya hal ini akan dikombinasikan dengan metode luring. Sama halnya dengan LCE yang tetap diberlakukan dan terus dikembangkan bahkan saat masa pandemi ini berakhir.

“Kita perlu membiasakan transformasi digital ke dalam kegiatan ekonomi konvensional dan memastikan masyarakat semakin senang untuk melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis melalui pendekatan digital dibandingkan cara tradisional sebelumnya,” tambah Bambang.

Bambang juga mengatakan bahwa pelajaran penting lainnya dari masa pandemi ini adalah memberikan dampak positif di bidang riset terlebih dalam hal peningkatan semangat kolaborasi riset yang dilakukan oleh para peneliti baik di perguruan tinggi maupun lembaga riset.

“Semangat kerja sama menjadi sangat kuat di masa pandemi, alasannya sederhana, karena biasanya para peneliti sibuk sendiri -sendiri dengan minat dan topik yang diminati. Namun, saat ini para peneliti memiliki musuh bersama yaitu COVID – 19,” jelasnya.

Masa pandemi COVID – 19 telah mendorong peran ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih kuat dengan adanya kolaborasi dan sinergi antar peneliti dari berbagai disiplin ilmu. Dalam hal ini Bambang juga memberikan contoh sederhana berdasarkan pengalaman Indonesia.

“Indonesia belum pernah membuat ventilator selama masa pandemi. Tetapi karena kebutuhan ventilator sangat dibutuhkan, kami harus membuat ventilator dalam kurun waktu tiga bulan. Akhirnya para peneliti kami berhasil membuat ventilator sendiri dan Indonesia dapat memproduksi ventilator untuk kebutuhan pasien COVID – 19,” pungkasnya (red)

Advertisements

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More