Jakarta, Itech- Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) tengah melakukan penguasaan teknologi pengelolaan bahan galian nuklir sebagai bahan bakar reaktor. Penguasaan teknologi ini semata-mata dimaksudkan untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) nuklir yang sangat dibutuhkan bila saatnya nanti Indonesia menyatakan go-nuclear.
“Kita sudah bisa membuat bahan bakar reaktor sendiri yang sudah diaplikasikan di reaktor riset di serpong. Selain itu, kita juga mampu membuat batang kendali sendiri yang saat ini telah digunakan di reaktor riset di Bandung,” ujar Kepala BATAN, Anhar Riza Antariksawan pada seminar Geologi Nuklir dan Sumberdaya Tambang 2019 di Jakarta, (16/10).
Sesuai dengan tugas dan fungsi BATAN, terkait daur bahan bakar nuklir, Anhar menjelaskan, BATAN telah memulai kegiatan dari bagian hulu yakni eksplorasi dan penambangan bahan galian nuklir. Setelah itu dilakukan ekstraksi, pemurnian, dan pabrikasi bahan bakar nuklir.
“Sejauh ini kita telah melakukan eksplorasi, pendataan yang lengkap, dan pada saatnya setelah dilakukan penghitungan dan didapatkan nilai yang cukup ekonomis tentunya akan dilakukan tindakan selanjutnya,” tambahnya.
Menurutnya, di beberapa tempat seperti Bangka dengan timahnya, terdapat logam tanah jalan. “Ini kita pisahkan uranium dan tutoriumnya dari monasitnya. BATAN sudah melakukan ini bekerjasama denga PT Timah” ujarnya.
Namun demikian, pada proses untuk mendapatkan uranium dan torium dari bahan galian nuklir, juga didapatkan mineral ikutan lainnya yang sangat dibutuhkan oleh dunia industri, yakni unsur logam tanah jarang (LTJ). Contohnya di Kepulauan Bangka, selain timah, pada kegiatan penambangan juga dihasilkan pasir monasit yang di dalamnya banyak mengandung uranium, torium, dan LTJ. “LTJ ini sedang diteliti, dan inilah yang nantinya akan dihilirisasi lebih lanjut. Karena LTJ ini merupakan logam yang banyak dicari orang,” jelasnya.
Kepala PTBGN, Yarianto mengatakan, saat ini BATAN telah menguasai teknologi pemisahan mineral radioaktif yakni uranium, torium, dan LTJ di laboratorium Pengolahan LTJ, Uranium, dan Torium (PLUTHO) yang berada di kawasan nuklir Pasar Jumat. Melalui laboratorium inilah mineral yang terkandung pada pasir monasit dipisahkan antara mineral radioaktif yakni uranium, torium dengan LTJ.
“Laboratorium PLUTHO ini masih dalam skala penelitian belum sampai pada skala industri. Saat ini sedanng dikembangkan untuk skala industri yang bekerja sama dengan PT. Timah,” ujar Yarianto.
LTJ yang dihasilkan oleh PLUTHO ini adalah LTJ oksida dan perlu diolah lagi untuk mendapatkan unsur-unsur LTJ yang bermanfaat bagi industri. BATAN juga melakukan proses pemisahan LTJ oksida menjadi unsur-unsur LTJ yang siap dimanfaatkan industri yakni di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penelitian PTBGN, Yarianto menuturkan kandunngan LTJ banyak ditemukan di bumi ini khsusnya yang berada pada jalur timah yakni Thailand, Malaysia, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. “Selain itu juga di Sulawesi khususnya mamuju juga potensi LTJ cukup besar yang keberadaannya tidak bercampur dengan monasit. Namun sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti terhadap kandungann LTJ di Mamuju,” tuturnya.
Ia berharap, potensi LTJ ini dapat menjadi harta karun bagi Indonesia dan dapat meningkatkan nilai tawar Indonesia di dunia khususnya di bidang industri. BATAN dengan penguasaan teknologi pemisahan mineral radioaktif dengan LTJ menyatakan kesiapannya untuk memberikan dukungan teknologi. (red)
Comments are closed.