Hasil Audit BPPT: Teknologi STAL Mampu Recovery Nikel Cukup Tinggi

101

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Jakarta, Itech- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral (PTPSM) telah melakukan audit teknologi terhadap pilot plant Step Temperature Acid Leach (STAL) yang dikembangkan oleh PT Trinitan Metals and Minerals (PT TMM). Audit teknologi ini bertujuan untuk mengetahui posisi teknologi ini diantara teknologi lain dalam pengolahan bijih laterit nikel serta memberikan masukan terkait dengan penggunaan teknologi tersebut.

Saat ini, pemerintah telah mencanangkan program nasional pengembangan sarana transportasi yang ramah lingkungan melalui pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Salah satu komponen penting dalam KBLBB adalah baterai sebagai sumber tenaga penggeraknya. Sampai saat ini, baterai mobil listrik masih impor.

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, komponen utama dalam prekursor bahan baku baterei tersebut adalah nikel. Indonesia memiliki cadangan bijih nikel yang besar yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan prekursor bahan baku baterei. Proses pengolahan bijih nikel laterit khususnya tipe limonit atau bijih nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterei dilakukan melalui jalur proses hidrometalurgi.

“Kita tahu pada proses hydrometalurgi untuk mengolah bijih nikel terdiri dari proses Atmospheric Leaching (AL) dan High Pressure Acid Leaching (HPAL). Untuk Atmospheric Leaching, prosesnya mudah, biaya juga relative rendah namun recovery nikel dan cobalt hanya sekitar 50-70%, dan teknologi ini belum diterapkan sampai skala industri,” kata Hammam saat penyampaian hasil audit pilot plan STAL PT TMM, Cileungsi, Kab. Bogor pada Kamis (6/5).

Disisi lain, melalui proses HPAL didapatkan recovery logam yang tinggi sekitar 94-96%. Namun peralatan HPAL ini lebih komplek dan prosesnya rumit serta memerlukan skill dan biaya tinggi. Oleh karenanya perlu ada solusi inovasi yakni mencari teknologi yang recovery logamnya cukup tinggi dengan biaya investasi relatif rendah.

PT. TMM telah mengawali membuat peralatan pilot plant pengolahan nikel skala kecil yang dapat digunakan untuk pengolahan bijih laterit nikel menjadi MHP (Mixed Hidroxide Precipitated) yang merupakan bahan baku baterei. “Metode yang dilakukan adalah proses pengolahan awal laterit nikel dengan aktivasi menggunakan asam, diikuti dengan pemanasan bertingkat dan dilanjutkan dengan proses leaching (pelindian) dengan asam sulfat. Oleh TMM, metode ini dinamakan Step Temperature Acid Leach (STAL),” lanjutnya.

Hammam berharap kerjasama yang telah dilakukan TMM dengan BPPT tidak hanya berhenti sampai audit pilot plant saja. BPPT siap mendampingi TMM ke arah komersialisasinya.

Audit Teknologi

Secara umum dari hasil audit BPPT, STAL yang dikembangkan PT TMM mampu me-recovery nikel cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dikembangkan dan diterapkan skala besar di Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah komponen dalam negeri dan mendukung percepatan program pengembangan KBLBB.

Adsense

Perekayasa BPPT, Adji Kawigraha mengatakan pilot plant ini memproduksi MHP yang terdiri dari peralatan proses pencampuran bijih dengan asam, rotary kiln (tungku putar) yang digunakan untuk proses sintering dan roasting (pemanggangan), peralatan leaching/pelindian serta peralatan untuk proses presipitasi natrojarosite, hidrolisis dan pembuatan MHP. Pilot plant juga dilengkapi dengan alat untuk memisahkan residu dengan larutan hasil pelindian.

Hasil audit teknologi STAL, lanjutnya, menunjukkan bahwa pada tahap proses pelindian, teknologi ini dapat menghasilkan recovery nikel  mulai 89 hingga 91%  dan kobalt sebesar 90 hingga 94 %. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan teknologi atmospheric leaching (AL) yang dapat menghasilkan recovery nikel antara 50 hingga 70%,  namun masih lebih rendah dari teknologi high pressure acid leaching (HPAL) yang dapat mencapai 94 hingga 96%. 

Dari data tersebut menunjukkan bahwa metode STAL lebih baik dibandingkan dengan metode AL dan cenderung mendekati HPAL. “Pilot plant STAL ini telah mampu menghasilkan MHP dengan kandungan Ni hingga lebih dari 35%. Produk MHP ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan baterai kendaraan listrik,” kata Adji saat saat memaparkan hasil audit teknologi STAL.

Lebih lanjut Adji memaparkan bahwa pada proses STAL yang dilakukan di PT TMM kebutuhan asam sulfat sebesar 0,6 ton asam/ton bijih laterit nikel dengan kadar MgO 16 – 22%. Bila dengan teknologi AL, kebutuhan asam ini masih lebih hemat. Umumnya teknologi AL membutuhkan asam 0,6 -1 ton/ton. 

Pilot plant yang dioperasikan oleh PT TMM menunjukkan bahwa setiap peralatan ini telah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan proses. Operasional peralatan juga telah dilengkapi dengan prosedur baku dan pengujian sehingga setiap produk dari peralatan proses dapat diketahui kualitasnya. Gas buang yang dihasilkan sudah dilakukan penanganan dengan baik menggunakan scrubber

Hasil audit memberikan rekomendasi bahwa pilot plant perlu dilakukan uji coba berkala secara kontinyu dan terkontrol sehingga produk yang dihasilkan dapat optimum dan stabil. Pilot plant perlu dilengkapi dengan sistem kontrol, sehingga peralatan dan proses dapat berjalan dengan otomatis. “Selain pada proses, sistem kontrol juga diperlukan untuk monitoring gas buang sekaligus untuk dapat meningkatkan safety dan ketahanan alat karena sistem bekerja dengan larutan asam dengan pH rendah,” tuturnya.

Seperti juga pada teknologi lain dalam pengolahan bijih laterit nikel, penggunaan teknologi STAL juga memerlukan manajemen pengelolaan limbah atau residu yang baik. Aspek ini diperlukan karena jumlah residu yang dihasilkan dari proses pengolahan bijih laterit nikel berjumlah sangat banyak. Monitoring pada kualitas feed laterit nikel, produk antara serta residu yang dihasilkan dari proses harus dilakukan secara rutin sebagai bagian dari kontrol kualitas dan pemantauan limbah. Untuk itu pilot plant perlu dilengkapi dengan laboratorium yang dapat digunakan melakukan pengujian dasar.

Dari hasil audit yang dilaksanakan BPPT, penerapan teknologi STAL pada skala yang lebih besar memerlukan kapasitas alat dan desain yang perlu disesuaikan dengan tingkat keekonomian agar penggunaan STAL dapat benar-benar bermanfaat di sektor industri pengolahan bahan mineral. Teknologi STAL pada tahap industri atau komersialisasi akan dapat mendukung program pemerintah terkait dengan peningkatan penggunaan produk dalam negeri, khususnya nilai tambah bahan mineral lokal, serta mendukung percepatan industri kendaraan yang menggunakan energi listrik. (red)

Advertisements

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More