Instrumen Investasi Risk On Mulai Menggeliat, Uptober Bakal Terjadi?
Jakarta, itechmagz.id – Setelah sempat stagnan pekan lalu, instrumen investasi risk-on seperti saham AS dan aset kripto terlihat telah membukukan performa positif yang cukup signifikan pada awal pekan ini. Ini merupakan imbas data Producer Price Index (PPI) bulan September yang tidak mengalami kenaikan yang mengindikasikan outlook inflasi yang stabil setelah terjadi kenaikan bulanan (MoM) 0,2% pada bulan Agustus lalu.
Hampir genap satu bulan pasca The Fed menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan 17-18 September lalu, Indeks saham AS seperti Nasdaq (CCMP) dan S&P 500 (SPX) terlihat berada pada tren bullish yang cukup solid dengan kenaikan masing-masing di atas 3% sejak 18 September.
Begitu juga dengan aset kripto, melansir CoinMarketCap (16/10) Bitcoin telah melesat lebih dari 14% dalam satu bulan terakhir dan 7,49% dalam tujuh hari terakhir ini di level USD $67.000 atau setara Rp1,042 miliar. Kenaikan ini juga diikuti oleh aset kripto lainnya seperti Ethereum yang meningkat 7% selama sepekan mencapai $2.615 dan Solana naik 7,57% di level $154. Selain itu, ETF Bitcoin Spot juga mencatat aliran dana masuk neto positif dengan total lebih dari $550 juta pada Senin, 14 Oktober, yang merupakan angka netflow positif harian tertinggi sepanjang paruh kedua 2024 ini.
Analis Reku Fahmi Almuttaqin mengatakan tren positif yang terjadi di pasar crypto pada awal pekan ini menyoroti mulai meredanya kekhawatiran investor terkait perkembangan inflasi AS pasca rilis data CPI yang lebih tinggi 0,1% dari ekspektasi. Selain itu, sempat meningkatnya klaim tunjangan pengangguran inisial mingguan juga turut meningkatkan kehati-hatian investor jelang pertemuan penentuan kebijakan suku bunga The Fed pada 6-7 November mendatang yang turut memberikan tekanan pada harga Bitcoin dan pasar kripto secara umum pekan lalu.
“Namun, meskipun kekhawatiran investor mulai terlihat mereda, saat ini belum terlihat adanya sentimen positif jangka pendek yang cukup kuat baik dari faktor internal di pasar kripto sendiri maupun faktor eksternal. Dengan demikian, fluktuasi masih berpotensi untuk terjadi. Data inflasi Harga Belanja Personal (PCE) yang akan dirilis pada 31 Oktober nanti akan menjadi variabel penting yang dapat mempengaruhi sentimen pasar, khususnya mengingat data tersebut merupakan data inflasi yang digunakan sebagai acuan oleh The Fed,” jelas Fahmi.
Apabila inflasi PCE secara bulanan pada September mengalami kenaikan sesuai ekspektasi yakni sebesar 0,2%, The Fed mungkin akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin.
“Apabila hal itu terjadi, dapat berpotensi mempertahankan momentum positif yang mulai terbentuk saat ini. Namun, jika kenaikan inflasi September secara MoM menyentuh angka 0,3%, kemungkinan The Fed akan menahan suku bunga pada level saat ini dapat dikatakan akan cukup terbuka. Skenario terbaik bagi Bitcoin dan aset kripto lainnya adalah jika ternyata inflasi PCE naik lebih baik dari ekspektasi, seperti sebesar 0,1%, dan The Fed menurunkan suku bunga 50 basis poin,” lanjut Fahmi.
Membaiknya iklim investasi di instrumen yang cenderung berisiko seperti aset kripto dan Saham AS menjadikan dua aset ini menjadi pilihan investasi yang semakin menarik.
“Terlebih secara historis, dimulainya penurunan suku bunga cenderung menjadi awal dari tren kebijakan ekonomi yang lebih longgar untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi dalam jangka waktu yang lebih panjang. Situasi saat ini dapat berpotensi menjadi awal dari kondisi tersebut yang dapat menjadi katalis meningkatnya aliran dana masuk di pasar saham AS dan kripto” imbuhnya.
Potensi Positif Jelang Pemilu AS
Selain regulasi ekonomi AS yang lebih longgar, pemilu AS juga turut menjadi katalis yang dapat berpotensi mendorong kinerja Bitcoin dan Saham AS. “Secara historis, Saham AS cenderung naik setelah pemilihan Presiden. Seperti pada pemilihan Presiden Joe Biden pada November 2020 lalu, Saham AS melonjak 12,74%. Kemudian pada pemilihan Presiden Donald Trump pada tahun 2016, Saham AS melesat 6,01% dan naik 2,48% pada pemilihan presiden Barack Obama pada November 2012,” katanya.
Begitu juga dengan Bitcoin. “Secara historis, pasar kripto juga cenderung mengalami tren positif dengan reli yang cukup kuat pasca pemilihan presiden AS. Pasca periode pemilihan presiden Amerika Serikat sebelumnya yang terjadi pada 3 November 2020, harga Bitcoin terapresiasi signifikan dari level $13 ribu hingga hampir mencapai $30 ribu pada akhir Desember 2020 sebelum melanjutkan reli hingga mendekati level $70 ribu pada 2021. Kami melihat situasinya saat ini tidak terlalu jauh berbeda bagi Bitcoin dan pasar kripto secara umum,” pungkas Fahmi.
Untuk mengoptimalkan potensi di pasar, Reku menghimbau masyarakat untuk tetap mengambil keputusan dengan bijak.
“Dalam memilih Saham AS, investor perlu memperhatikan fundamental perusahaan seperti kapitalisasi pasar, kinerja keuangan, valuasi, naratif yang berkembang di kalangan investor, dan lain sebagainya, untuk mempertimbangkan kelayakan dan potensi suatu saham. Saat ini, investor juga bisa memantau nilai perusahaan Saham AS dengan mudah melalui fitur Insights di Reku, yang menyediakan scoring system untuk setiap aspek fundamental perusahaan, termasuk Buzz Score yang merangkum sentimen perusahaan berdasarkan berita di media sosial dan media massa. Dengan begitu, investor dapat lebih mudah mengambil keputusan,” jelasnya.
Bagi investor pemula, menabung rutin atau yang banyak dikenal dengan istilah Dollar-Cost Averaging (DCA), menjadi salah satu strategi investasi yang menarik untuk diadopsi di tengah outlook positif yang ada saat ini. Melalui strategi DCA, investor bisa mendapatkan harga rata-rata dari fluktuasi harga yang cenderung tinggi pada instrumen seperti aset kripto dan saham. Saat ini investor juga bisa lebih mudah untuk melihat rangkuman investasinya dari waktu ke waktu melalui fitur Portfolio Analysis yang tersedia di Reku. Sehingga performa investasi secara periodik dan koin pun dapat dipantau secara real-time tanpa harus menghitung secara manual,” ujarnya.
Comments are closed.