Jakarta, itechmagz.id – Penelitian terbaru dari Accenture (NYSE: ACN) menemukan bahwa saat ini kita tengah memasuki era baru digitalisasi, era di mana AI terus berkembang dan menggerakkan tingkat otonomi yang lebih tinggi di seluruh lingkup organisasi. Perkembangan ini menempatkan kepercayaan terhadap kinerja sebagai tolok ukur terpenting yang dibutuhkan organisasi agar AI dapat memenuhi potensinya.
Kini di tahun ke-25, Accenture Technology Vision 2025 mengeksplorasi bagaimana masa depan dibentuk oleh otonomi yang didukung oleh AI. Laporan yang menyebutkan bahwa penyebaran AI di berbagai sektor dan masyarakat dengan laju yang lebih cepat daripada teknologi sebelumnya. Hal ini membuat 65% eksekutif di Indonesia percaya bahwa perlunya urgensi baru bagi penciptaan ulang dan kegiatan perancangan, pembangunan, dan operasi sistem teknologi. Penelitian ini juga memprediksi AI akan semakin berperan sebagai mitra pengembangan teknologi, brand ambassador pribadi, menjalankan robot, dan menumbuhkan simbiosis baru dengan manusia untuk memberikan hasil terbaik.
Jayant Bhargava, Country Managing Director, Accenture Indonesia, mengungkapkan, “Technology Vision ke-25 kami memberikan para pemimpin gambaran tentang apa yang akan terjadi di masa depan ketika AI terus belajar, bertindak secara otonom, dengan dan atas nama manusia, serta mendorong berbagai bisnis dan masyarakat yang menggunakannya ke dalam cara-cara baru yang menarik untuk terus melakukan inovasi. Namun, untuk mendapatkan manfaat AI hanya akan dapat dilakukan jika para pemimpin mengambil kesempatan untuk menanamkan dan membangun kepercayaan pada kinerja dan manfaatnya secara sistematis sehingga bisnis dan orang-orang dapat memanfaatkan berbagai potensi luar biasa dari AI.”
Kepercayaan masyarakat terhadap AI—di luar aspek teknis apa pun, bahwa AI dapat bekerja dengan baik dan sesuai harapan—sangat penting agar AI dapat memberikan dampak yang luas dan positif seperti yang diantisipasi.
Hal ini berarti sistem digital dan model AI lebih akurat, dapat diprediksi, konsisten, dan dapat dilacak, di samping penggunaan AI yang bertanggung jawab. Sebagian besar (58%) eksekutif di Indonesia percaya bahwa manfaat AI yang sesungguhnya hanya akan dapat dicapai jika dibangun di atas fondasi kepercayaan, dan sebanyak 76% setuju bahwa pendekatan berbasis kepercayaan terhadap teknologi harus berkembang secara paralel dengan strategi teknologi lainnya.
Accenture Technology Vision 2025 mengeksplorasi potensi dampak dari AI generatif yang merambat di berbagai dimensi, termasuk pengembangan teknologi, pengalaman pelanggan, dunia fisik, dan tenaga kerja:
- Ketika model fondasi telah berhasil melewati batasan natural language, hal ini memulai pergeseran yang akan selamanya mengubah dasar-dasar pengembangan perangkat lunak dan ekosistem. Saat ini, asisten pengkodean AI generatif telah meningkatkan peran developer menjadi insinyur sistem, mempercepat demokratisasi kode dan digitalisasi bisnis. Munculnya sistem khusus sebagai hasil dari pengembangan perangkat lunak yang dibantu oleh AI generatif dan kemajuan agen AI memicu pergeseran dari arsitektur aplikasi statis ke kerangka kerja berbasis niat dan sistem agen. Ketika sistem multi-agen menjadi lebih mampu, adaptif, dan personal, sistem ini akan menginspirasi difusi yang lebih besar melalui peningkatan kompetensi, berkembang untuk mengelola proses dan seluruh fungsi, mulai dari merampingkan perjalanan hingga mengoptimalkan inventaris. Sebagai contoh, Accenture memungkinkan masa depan ini dengan platformnya, GenWizard, SynOps, dan AI Refinery, yang menawarkan agen industri dan alur kerja siap pakai untuk mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk membangun dan melihat nilai dari sistem multiagen yang terspesialisasi.
- Perusahaan berlomba untuk menjadikan AI sebagai titik kontak baru dengan pelanggan, tetapi berbagai brand hanya akan dapat mencapai diferensiasi jika fokus yang sama diterapkan pada pengalaman AI. Meskipun 68% eksekutif di Indonesia khawatir LLM dan chatbot dapat memberikan suara yang sama kepada setiap brand, 75% setuju bahwa brand dapat mengatasi masalah ini dengan secara proaktif membangun pengalaman AI yang dipersonifikasikan. Brand juga dapat menyuntikkan elemen-elemen yang berbeda, seperti budaya, nilai, dan suara, ke dalam melalui otak digitalnya.
- Robot generalis akan muncul selama dekade berikutnya, membawa lebih banyak otonomi AI ke dalam dunia fisik. Robot serba guna yang diperkenalkan akan memungkinkan untuk menjadi robot spesialis, mempelajari tugas-tugas baru dengan sangat cepat. Saat ini, KION Group telah bekerja sama dengan Accenture dan NVIDIA untuk mengoptimalkan bagaimana robot yang digerakkan oleh AI melakukan tugas-tugas gudang dan berinteraksi secara mulus dengan dan belajar dari staf gudang untuk memenuhi pesanan dengan lebih cepat, lebih aman, dan dengan biaya yang lebih rendah. 80% eksekutif percaya bahwa robot yang berkolaborasi dengan manusia dan terus belajar dari interaksi tersebut akan meningkatkan kepercayaan dan kolaborasi antara manusia dan robot.
- Manusia dan AI mendefinisikan hubungan mutualisme, di mana semakin banyak orang menggunakan AI, semakin AI meningkat, dan semakin banyak orang yang ingin menggunakannya. Tidak seperti otomatisasi konvensional, yang hanya memberikan manfaat sekali pakai, era baru AI ini dapat meningkatkan dan memajukan keterampilannya dari waktu ke waktu, sehingga meningkatkan nilainya bagi individu yang menggunakannya dan organisasi secara keseluruhan. Prioritas utama (80%) bagi para pemimpin global adalah memastikan hubungan yang positif antara manusia dan AI—sehingga tidak tergelincir oleh ketakutan akan otomatisasi—dimulai dengan mengomunikasikan strategi dan melibatkan karyawan ke dalam prosesnya. Accenture baru-baru ini meluncurkan Program Generative AI Scholars dengan Stanford Online untuk membantu klien mempertajam pengetahuan dan keterampilan AI. Selain itu, organisasi memiliki kesempatan untuk membekali setiap karyawan dengan sahabat digital yang berbakat, yang akan memungkinkan mereka untuk memanfaatkan keterampilan baru dan mengembangkan penggunaan alat AI generatif. Pada gilirannya, organisasi juga akan mendapatkan manfaatnya, karena individu yang akrab dengan AI generatif ditemukan lima kali lebih mungkin untuk memiliki persepsi positif terhadap teknologi tersebut.
“Untuk memanfaatkan potensi AI secara bertanggung jawab, perusahaan-perusahaan di Indonesia harus memprioritaskan kepercayaan, transparansi, kontrol pengawasan yang ketat, dan pelatihan yang strategis. Hal ini termasuk menetapkan tata kelola yang jelas, memantau akses data, dan memastikan proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Berinvestasi dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja serta membina budaya kolaborasi antara manusia dan AI, sangatlah penting untuk memastikan bahwa implementasi AI selaras dengan tujuan bisnis dan juga dapat memberdayakan karyawan. Dengan demikian, bisnis di Indonesia dapat menavigasi kompleksitas adopsi AI dan menciptakan perpaduan yang harmonis antara kemampuan manusia dan mesin untuk meraih potensi AI yang lebih besar serta mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” tutup Jayant.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.