Studi Global Terbaru: 1 dari 2 Eksekutif Mengalami ‘Kesenjangan Resiliensi’

38

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Jakarta, Itech – Meskipun mengalami disrupsi dan ketidakpastian ekonomi selama tiga tahun terakhir, bila bicara tentang resiliensi, sebanyak 53% eksekutif mengakui bahwa perusahaan mereka tidak berada di posisi yang seharusnya. Hal itu menjadi salah satu temuan utama dalam laporan survei bisnis global oleh SAS, sang pemimpin analitik. Prinsip Resiliensi mengeksplorasi kondisi ketahanan bisnis saat ini dan langkah apa yang diambil perusahaan dalam industri layanan keuangan, ritel, manufaktur, perawatan kesehatan, dan pemerintah untuk menavigasi arah perubahan dan memanfaatkan peluang.

SAS telah mengembangkan Instrumen Asesmen Resiliensi terbaru untuk melengkapi laporan tersebut. Instrumen asesmen gratis secara daring itu memungkinkan para pemimpin bisnis untuk menilai ketahanan perusahaan mereka sendiri berdasarkan lima “prinsip inti resiliensi” yang dieksplorasi dalam riset ini.

Antara Retorika dan Realitas 

SAS menyurvei 2.414 eksekutif senior di perusahaan di seluruh dunia yang memiliki lebih dari 100 karyawan. Sebanyak 70% responden optimistis tentang masa depan perekonomian negara mereka, dan 80% saat ini berinvestasi dalam perencanaan dan strategi resiliensi. Namun demikian riset ini menunjukkan kesenjangan antara hal-hal penting yang dimasukkan para eksekutif ke dalam kategori resiliensi, dengan seberapa tangguh sebenarnya perusahaan mereka.

Menurut data survei:

  • Hampir semua (97%) eksekutif percaya resiliensi sangat atau agak penting, namun kurang dari setengah (47%) menganggap perusahaan mereka tangguh.
  • Sekitar setengah (46%) mengakui bahwa mereka tidak siap untuk menghadapi disrupsi dan kesulitan dalam mengatasi tantangan seperti keamanan data (48%), produktivitas (47%) dan mendorong inovasi teknologi (46%).

Meskipun kesenjangan resiliensi adalah realitas saat ini, tetapi 81% responden yakin resiliensi dapat dicapai dengan panduan dan alat yang tepat. Dan lebih dari 90% responden melihat data dan analitik sebagai alat penting untuk strategi resiliensi.

“Kami ingin membantu eksekutif di seluruh industri mengungguli pesaing mereka melalui penggunaan data dan analitik untuk membangun strategi resiliensi yang berkelanjutan,” kata Jay Upchurch, Wakil Presiden Eksekutif dan CIO di SAS. “Dengan menggunakan instrumen riset dan penilaian yang kami luncurkan hari ini yaitu Indeks Resiliensi, perusahaan akan dapat mengidentifikasi keunggulan mereka maupun area yang masih dapat ditingkatkan. Wawasan itulah akan membantu mereka menutup kesenjangan dan membentengi peranti dan sistem secara strategis, yang membuat mereka gesit dalam menghadapi tantangan dan disrupsi.”

Lima Prinsip Resiliensi serta Pentingnya Data dan Analitik

SAS mengidentifikasi lima prinsip penting untuk mempertahankan dan memperkuat resiliensi bisnis:

  1. Kecepatan dan kelincahan.
  2. Inovasi.
  3. Kesetaraan dan tanggung jawab.
  4. Budaya dan literasi data.
  5. Rasa ingin tahu.

Disebut sebagai lima Prinsip Resiliensi, riset SAS meneliti bagaimana para eksekutif memprioritaskan dan menerapkan masing-masing prinsip. Satu hal yang jelas: eksekutif dengan resiliensi tinggi menempatkan nilai lebih tinggi dan berinvestasi lebih banyak di tiap area dibandingkan eksekutif dengan resiliensi rendah. Hal ini konsisten dalam respons para responden dari lintas negara dan berbagai sektor industri, yang menunjukkan bahwa para eksekutif memandang hal ini sebagai komponen fundamental untuk strategi resiliensi.

Adsense

Pelajaran utama dari riset terhadap eksekutif adalah pentingnya peran data dan analitik dalam penerapan Prinsip Resiliensi. Hampir semua eksekutif dengan resiliensi tinggi (96%) menggunakan data dan analitik baik internal maupun eksternal sebagai sumber informasi bagi pengambilan keputusan, yang menjadi kunci untuk menavigasi perubahan dan memastikan kelangsungan bisnis. Eksekutif perusahaan yang sangat tangguh mengklaim lebih banyak menerapkan peranti pengolahan data dibandingkan rekan mereka yang kurang tangguh (93% vs 22%).

Di Balik Riset: SAS memperkenalkan Indeks Resiliensi

Khusus untuk studi tersebut, SAS menciptakan metodologi penilaian yang disebut Indeks Resiliensi agar dapat memahami mana resiliensi yang tepat badi prioritas dan investasi para eksekutif. SAS mengelompokkan responden ke dalam tiga kategori:

  • Resiliensi tinggi: 26%
  • Resiliensi sedang: 54%
  • Resiliensi rendah: 20%

Saat membandingkan praktik bisnis masing-masing, pandangan eksekutif dengan resiliensi tinggi ternyata memiliki strategi terstruktur yang integral karena tidak sekadar menangani disrupsi tetapi juga berperan dalam menjaga stabilitas bisnis. Strategi resiliensi memengaruhi pengukuran bisnis yang utama termasuk kinerja karyawan dan kepercayaan konsumen.

 Belajar dari para eksekutif dengan resiliensi tinggi  

SAS telah meluncurkan Instrumen Asesmen Resiliensi sebagai instrumen gratis berdasarkan Indeks Resiliensi bagi siapa saja yang ingin melakukan asesmen bisnis dan perencanaan bisnis mereka sendiri. Ini membantu perusahaan menutup kesenjangan resiliensi yang dimulai dengan mendapatkan data dan analitik yang tepat di tangan para eksekutif. Instrumen ini, bersama dengan wawasan dari laporan para eksekutif yang tangguh, memberikan panduan praktis untuk mendorong resiliensi bisnis yang lebih besar.

“Platform AI/ML SAS kembali memainkan peran krusial saat kami mengubah praktik manufaktur dan komersial kami,” kata Steve Bakalar, Wakil Presiden Transformasi Digital TI di Georgia-Pasifik. “Riset SAS berupa Instrumen Asesmen Resiliensi berpengaruh besar terhadap metode dan strategi yang kami dorong. Kelima prinsip tersebut merupakan komponen penting untuk menanamkan sumber daya dan resiliensi ke dalam perusahaan yang berupaya berkembang dalam kondisi bisnis yang sangat menantang dan cepat berubah ini.”

Untuk melihat laporan lengkap Prinsip Resiliensi dan menggunakan Instrumen Asesmen Resiliensi, kunjungi https://blogs.sas.com/content/resiliency/

  Tentang Metodologi Riset

  • SAS melakukan wawancara mendalam dengan para pemimpin bisnis di Brasil, Prancis, Jerman, India, Jepang, Inggris, Benelux, Iberia, dan Amerika Serikat pada bulan November 2022 untuk memahami perspektif para eksekutif senior tentang resiliensi bisnis dan pendekatan mereka dalam kepemimpinan selama masa-masa sulit.
  • Survei daring dengan hak paten dilakukan kepada 2.414 eksekutif senior yang bekerja penuh waktu dalam layanan keuangan, ritel/barang konsumsi, manufaktur, kesehatan/ilmu kehidupan, atau pemerintahan dari 16 Desember 2022 hingga 4 Januari 2023, di negara-negara yang disebutkan di atas.
Advertisements

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More