Mengurangi Kesenjangan Talenta Terhadap Manajemen Database di Indonesia

81

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Penulis : Stuart Fisher

Jakarta, Itech- Semakin kuatnya tuntutan dalam berinteraksi di dunia digital yang telah dipersonalisasi dan menuntut kelancaran di semua titik kontak pengguna, perangkat, dan penyedia saluran digital tumbuh tanpa henti, dunia bisnis seolah tahu bahwa mereka tidak boleh ketinggalan dalam memproses sebuah permintaan dari konsumen. Berusaha keras untuk mengimbangi kondisi tersebut, perusahaan di kawasan Asia Tenggara memiliki misi untuk men-digitalisasikan operasionalnya dengan cepat, memanfaatkan edge computing dan multi-cloud untuk membuat layanan lebih cepat dan lebih mudah diakses oleh pengguna.

Namun, upaya mempertahankan transformasi digital membutuhkan kegesitan dan responsif terhadap kebutuhan pengguna. Saat ini, kekurangan yang signifikan terjadi adalah infrastruktur data yang sudah ketinggalan zaman sehingga menghalangi penyampaian dan penggunaan aplikasi yang nyaman dan ramah pengguna, selain itu hal ini juga menghalangi perusahaan untuk mempercepat pemasaran untuk produk digital mereka.

Perusahaan di seluruh Asia juga bergulat dengan alur kerja dan tim yang kurang memahami teknologi terkini akibat sistem sebelumnya, sementara kurangnya keterampilan digital dalam organisasi menghambat upaya untuk mengubah bisnis dan memenuhi permintaan pelanggan. Di Indonesia, pihak berwenang telah memperkirakan bahwa pada tahun 2030 akan ada kekurangan 47 juta talenta digital di Indonesia, yang berarti Indonesia akan membutuhkan 600.000 talenta yang menguasai teknologi digital di setiap angkatan kerja setiap tahun.

Isu-isu ini menyoroti fakta bahwa bisnis harus berbuat lebih banyak untuk meningkatkan keterampilan karyawan mereka dan mereka membutuhkan teknologi generasi berikutnya untuk mencapai hal ini. Ketergantungan pada database berhubungan erat dengan penyelesaian dari kondisi ini. Para pekerja tidak dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan bisnis pada saat ini. Bisnis tidak dapat secara efisien mentransaksikan jumlah besarnya data yang terus bertambah, bertambahnya jumlah data yang lebih besar juga mendorong permintaan akan kapasitas komputasi yang lebih banyak, hal ini juga berimbas pada meningkatkan biaya yang diperlukan untuk menjalankan sistem lama.

Selain itu, dengan digitalisasi yang cepat telah mendorong permintaan dari konsumen untuk menggunakan aplikasi yang kaya dan imersif, dalam hal ini infrastruktur data dengan sistem lama rentan terhadap kemacetan saat data ditransfer antar node dalam cluster. Sedikit demi sedikit solusi ditemukan, seperti menambahkan alat caching dalam memori di depan database relasional, yang bertujuan agar dapat meningkatkan daya tanggap terhadap harapan pelanggan, akan tetapi hal itu menambah kompleksitas operasional dan juga kompleksitas pada manajemen. Lebih buruk lagi, hal itu terbukti tidak memberikan efisiensi biaya.

Digitalisasi yang sukses bergantung pada alur kerja yang cepat

Untuk berkembang dalam menghadapi tantangan ini, perusahaan memerlukan kemampuan untuk mengumpulkan volume data yang terus bertambah, terlibat dengan klien dan, yang terpenting, mentransaksikan data tersebut secara instan dengan cara yang hemat.

Namun, untuk mencapainya, diperlukan infrastruktur data yang terukur dan gesit. Agar bisnis di Indonesia dapat berkembang, para pekerja membutuhkan pemahaman yang lebih dalam dan konsisten tentang data mereka. Selain itu, replikasi dan sinkronisasi data, baik di cloud, di pusat data edge, atau di perangkat.

Hal ini membutuhkan penggunaan model yang ditentukan oleh perangkat lunak, yang memanfaatkan komposisi untuk memungkinkan perusahaan menyesuaikan arsitektur data mereka berdasarkan kebutuhan perusahaan. Usaha ini memungkinkan terjadinya konfigurasi independen dari manajemen data, persyaratan pemrosesan, dan beban kerja aplikasi tanpa menuntut pengguna untuk memiliki keterampilan teknis yang kompleks.

Adsense

Misalnya, menggunakan komponen yang ditentukan perangkat lunak membebaskan bisnis dari tanggung jawab untuk mengkonfigurasi ulang aset fisik seperti server saat karakteristik beban kerja berkembang, oleh karena itu, menghilangkan kebutuhan untuk mengelola infrastruktur yang mendasarinya. Akibatnya, beban pengembang untuk menangkap dan menyebarkan kebutuhan bisnis dan alur kerja yang terus berubah dihilangkan, memberdayakan mereka untuk membangun, menguji, dan memelihara fungsi berbasis data di semua aplikasi yang penting dalam bisnis dengan tepat waktu.

Pada dasarnya, composability memecah silo dalam perusahaan, memungkinkan bisnis untuk menarik nilai dari saling ketergantungan antara tim dan meningkatkan kolaborasi untuk berhasil menjalankan strategi di seluruh perusahaan. Dengan komposisi, perusahaan akan menyatukan aplikasi dan manajemen layanan mereka melalui satu bidang kontrol terpadu yang dapat menjangkau banyak cloud, pusat data lokal dan ke edge untuk kontrol penuh atas pemantauan dan keamanan.

Selain itu, berinvestasi dalam teknologi yang memungkinkan semua orang di seluruh perusahaan untuk berbicara dalam bahasa yang sama dan bekerja secara bertahap menghilangkan inefisiensi, mengurangi biaya, dan, pada akhirnya, membuka kesuksesan transformasi digital. Semakin cepat perusahaan menyadari hal ini, semakin cepat mereka akan mendapatkan keunggulan kompetitif kritis yang dibutuhkan untuk berkembang.

Power aplikasi mission-critical dengan proses data yang disederhanakan

Saat ini skala, fleksibilitas, dan kelincahan adalah hal utama dalam pemikiran para pemimpin bisnis di tengah prediksi yang dinamis saat ini. Namun, kesenjangan kemampuan dan sistem warisan dari sistem terdahulu menimbulkan rintangan. Memanfaatkan manajemen data yang terdistribusi dengan cepat akan mendorong perusahaan untuk pertumbuhan yang lebih cepat dan sejalan dengan kebutuhan bisnis mereka yang berkembang.

Salah satu dari kunci bagi perusahaan di Indonesia dalam proses transformasi digital mereka adalah untuk memberdayakan pengembang dengan solusi yang menyederhanakan infrastruktur, dan memaksimalkan teknologi untuk memungkinkan pengembangan yang benar-benar gesit dan fleksibel, serta mampu mengikuti perubahan yang berubah menyesuaikan kebutuhan pasar.

Saat bisnis di Indonesia tersebut memiliki alur kerja yang andal yang menjalankan perubahan logika bisnis di bawah perubahan data berkecepatan tinggi, saat itulah mereka dapat mengalokasikan sumber daya komputasi, penyimpanan, dan memori secara efisien. Akibatnya, bisnis dapat memanfaatkan seluruh penyebaran cloud pada bisnis mereka, mengurangi biaya keseluruhan, dan mendukung potensi yang dimiliki perusahaan.

Tentang Penulis

Dengan pengalaman lebih dari dua dekade mengembangkan strategi bisnis yang inovatif di Asia Pasifik dengan perusahaan teknologi yang mapan, Stuart Fisher adalah pemimpin bisnis ulung yang membawa pertumbuhan terfokus di bidang aplikasi dan keamanan perusahaan. Stuart telah berkarir di Singapura sejak 2004 dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang wilayah tersebut. Di Couchbase, dia memimpin operasi Asia Pasifik dan Jepang, di mana dia bertanggung jawab atas keseluruhan upaya berkembangnya pasar dan perluasan perusahaan untuk memanfaatkan pasar berbasis data yang besar seiring dengan meningkatnya permintaan di wilayah Asia

Advertisements

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More