Tekan Biaya Pakan, Penyuluh Kenalkan Magot BSF
Jakarta, Itech– Guna mendukung teknologi kelautan dan perikanan yang tepat guna, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) menyelenggarakan kegiatan ‘Temu Lapang Percontohan Magot BSF (Black Soldier Fly) sebagai Pakan Alternatif untuk Ikan Air Tawar dengan Menggunakan Solid Sawit’, di Pokdakan Handayani, Desa Sido Mukti, Padang Jaya, Bengkulu Utara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, BRSDM berperan dalam menyebarluaskan materi penyuluhan serta mengembangkan berbagai bentuk mekanisme kerja dan metode penyuluhan. Salah satu metode penyuluhan perikanan yaitu demonstrasi cara atau demonstrasi hasil melalui percontohan penyuluhan dan perikanan.
Plt. Kepala BRSDM, Kusdiantoro menyampaikan, adanya kegiatan percontohan penyuluhan ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung program prioritas KKP sepanjang tahun 2021-2024, yang digaungkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.
“Kegiatan percontohan penyuluhan yang diadakan di Bengkulu Utara terselenggara sebagai bentuk terwujudnya program prioritas KKP dalam hal pengembangan perikanan budidaya yang didukung riset kelautan dan perikanan, serta pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal, yang salah satu penentunya adalah ketersediaan pakan,” terangnya.
Kegiatan percontohan ini sendiri merupakan program kegiatan penyuluhan Satminkal Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) Palembang, yang telah dikembangkan sejak Maret 2021 hingga Agustus 2021, dengan tujuan untuk mengimplementasikan teknologi perikanan yang tepat guna dan berhasil guna sesuai kebutuhan sasaran penyuluhan, dalam rangka meningkatkan produksi di bidang perikanan budidaya.
Adanya percontohan budidaya magot BSF ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan tingginya biaya produksi pakan ikan pada budidaya ikan. Pada kegiatan ini, Pokdakan Handayani melakukan demonstrasi cara pembuatan pakan mandiri magot yang di buat oleh pelaku utama dan diuji cobakan secara langsung pada budidaya ikan nila.
Pada umumnya, magot dibudidayakan menggunakan limbah organik, namun pada percontohan penyuluhan ini menggunakan media solid sawit. Solid sawit atau yang biasa dikenal sebagai lumpur sawit, merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit. Limbah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan ini, kemudian dimanfaatkan sebagai bahan pakan untuk magot tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan, konversi pakan, dan mortalitas pada magot.
Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP), Lilly Aprilia Pregiwati mengatakan, budidaya magot memiliki potensi yang baik dan kegiatan percontohan penyuluhan ini merupakan prototipe menggunakan solid sawit.
“Magot yang dijadikan percontohan di Pokdakan Handayani ini, merupakan prototipe menggunakan media solid sawit karena daerah Sumatera identik dengan perkebunan sawit. Budidaya magot ini merupakan potensi yang sangat baik memenuhi kebutuhan pakan alami yang berkualitas tinggi, serta peluang sebagai bahan baku alternatif untuk pembuatan pakan ikan juga memiliki kandungan nutrisi lengkap, kualitas yang baik dan dapat diproduksi secara singkat,” jelas Lilly.
“Jika dibudidayakan dalam skala besar, magot dapat tersedia dalam jumlah melimpah dan sepanjang waktu, tidak berbahaya bagi ikan karena bukan vektor penyakit serta mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan yaitu sebesar 40 persen dan lemak 25 persen,” lanjutnya.
Dalam kesempatan ini, turut hadir Bupati Kabupaten Bengkulu Utara, Mian. Pihaknya mendukung adanya kegiatan percontohan penyuluhan ini. Tak hanya itu, ia mengharapkan percontohan budidaya magot dapat menjadi daya tarik dalam menekan biaya pakan pabrikan.
“Pemerintah Daerah sangat mengapresiasi kinerja penyuluh perikanan atas dedikasinya dalam membangun sektor kelautan dan perikanan. Kami juga mendukung kegiatan percontohan penyuluhan ini. Terlebih, ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah. Semoga temu lapang ini dapat menjadi daya tarik untuk pelaku utama lainnya mengadopsi teknologi budidaya magot,” papar Mian.
Sebelumya, pada Maret 2021 lalu, Kepala BRPUPP Palembang, Zulkarnaen Fahmi menyerahkan bantuan bahan percontohan kepada Pokdakan Handayani berupa media magot, 1.000 kg ikan rucah, 640 kg dedak halus, 200 kg ampas tahu, vitamin, molase, probiotik, 15 ribu ekor benih ikan nila, 1.000 ekor benih ikan mas, dan pakan pabrikan sebanyak 1.800 kg.
Hal tersebut mendapat respon baik dari Ketua Pokdakan Handayani, Ewo Aprian Hidayat, karena dapat menunjang kegiatan budidaya.
“Kami dari Pokdakan Handayani mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah memberikan bantuan untuk menunjang kegiatan budidaya. Sebelum menggunakan pakan mandiri berupa magot, pertumbuhan pada ikan mengalami keterlambatan dan masa pemeliharaan mencapai enam bulan. Sementara setelah menggunakan pakan mandiri magot, pertumbuhan pada ikan cukup baik dan masa pemeliharaan lebih singkat menjadi empat bulan 15 hari dengan bobot yang sama,” tuturnya.
Secara keseluruhan, budidaya magot ini menghasilkan sebanyak 147 kg magot yang digunakan untuk campuran pembuatan pelet ikan dan 68 kg magot digunakan untuk menunjang kontinuitas budidaya magot BSF. Sehingga total budidaya magot sebanyak 215 kg dalam kurun waktu empat bulan 16 hari dan menghasilkan panen ikan nila sebanyak 1.746 kg dan 796 kg ikan mas.
Melalui kegiatan ini, diharapkan penerapan inovasi teknologi percontohan penyuluhan budidaya sebagai pakan alternatif terdiseminasi dengan baik, serta para pelaku utama dapat menekan biaya pakan ikan yang cenderung mahal dengan menggunakan pakan alternatif berupa magot. (DAF/rilis)
Comments are closed.