BPPT hadirkan Ekosistem Inovasi Teknologi Tangani Covid-19

87

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Jakarta, Itech- Pandemi covid-19 yang terjadi secara masif menimbulkan permasalahan ketersediaan peralatan kesehatan, termasuk berbagai macam peralatan diagnostik dan peralatan perawatan kesehatan. Salah satu upaya untuk mengurai kompleksitas permasalahan terkait Pandemi yang dihadapi adalah dengan mengedepankan solusi berbasis inovasi dan teknologi.

Selain itu, Pandemi global Covid 19 yang melanda seluruh negara di dunia menjadi persoalan berat yang dihadapi umat manusia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 267 juta jiwa memiliki spektrum permasalahan yang cukup kompleks. Mulai dari sebaran penduduk di wilayah kepulauan, sampai belum meratanya kualitas pelayanan kesehatan, termasuk dalam hal kemampuan memeriksa dan mendiagnosa penderita Covid-19.

Menyikapi kondisi tersebut, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknolog (BPPT) merespon dengan membentuk sebuah tim task force yang dinamai TFRIC-19 (Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan COVID-19) yang bertugas menginisiasi pengembangan solusi multi dimensi dengan dukungan peneliti dan perekayasa lintas disiplin, bahkan lintas institusi.

“Misi utama TFRIC-19 adalah mengembangkan sebuah model solutif untuk mengatasi Pandemi dengan mengedepankan konsep ekosistem yang selain dapat mengakomodir kebutuhan berbagai teknologi dalam pengelolaan Pandemi, juga dapat mengkanalisasi berbagai potensi para peneliti dan perekayasa dalam satu platform bersama, ” kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam Webinar Ekosistem Inovasi Teknologi Penangangan COVID-19 : Peta dan Upaya Penguatannya di Jakarta (19/5).

Dikatakan, TFRIC-19 merupakan kelembagaan AdHoc yang dibangun BPPT untuk menjadi media dan sarana untuk mewujudkan berbagai produk inovasi teknologi untuk penanganan COVID-19 dengan cepat, berbasiskan kemampuan anak bangsa. Dengan terbentuknya TFRIC-19 dan dalam waktu tiga bulan pada 20 Mei 2020 telah berhasil menghasilkan produk-produk alkes yang sangat dibutuhkan yaitu Produk Rapid Test Diagnostik, PCR tes kit, Ventilator darurat, dan mobile laboratory BSL2.

Karenanya, BPPT terus mendorong serta mengawal inovasi teknologi yang dikerjakan oleh super team yang terdiri dari berbagai stakeholder ABCGM (academician, business, community, government, media), atau disebut Penta Helix, dari ujung ke ujung, mulai dari uji klinis sampai mendapatkan izin edar, termasuk berkoordinasi dengan rumah sakit terkait data AI agar citra X-ray dan CT-Scan dapat diunggah. Tentu saja produk-produk inovasi yang telah dihasilkan bukanlah akhir dari kegiatan TFRIC-19, melainkan awal dari sebuah proses berkelanjutan yang harus terus dikawal untuk membangun kepercayaan dan kebanggaan terhadap inovasi dan produk-produk dalam negeri karya anak bangsa.

Adsense

“Kami menyadari bahwa masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh TFRIC-19 dalam membangun sebuah system inovasi pengembangan produk dalam negeri, khususnya inovasi sektor kesehatan. Upaya mengantarkan produk teknologi dalam negeri ke pasar bukanlah tanpa tantangan, justru salah satu tantangan utama dalam sebuah proses inovasi adalah pada tahapan difusi dan komersialisasi,” ujar Kepala BPPT.

Seperti diketahui, TFRIC-19 dibagi menjadi lima sub-task force, yang terdiri dari (1) tes non PCR (Rapid Diagnostic Test Kit) yang di dalamnya ada empat jenis kegiatan, termasuk rapid test kit untuk deteksi antigen dan microchip biosensor untuk deteksi antigen Covid-19; (2) tes PCR (swab test); (3) sistem citra medis berbasis artificial intelligence (AI); (4) pemetaan whole genome sequencing origin orang Indonesia yang terinfeksi untuk pengembangan obat dan vaksin; serta (5) sarana dan prasarana alat kesehatan, termasuk di dalamnya Lab Mobile BSL2 dan ventilator.

Dari kelima hal ini membentuk sebuah rantai atau ekosistem dari teknologi yang dibutuhkan dalam melaksanakan testing, tracing, tracking, detecting, isolating, dan treating, yang memang harus dijalankan untuk memutus penyebaran COVID-19. Terbangunnya ekosistem riset, inovasi, dan teknologi sebagai model untuk mendapatkan solusi komprehensif dalam menghadapi Pandemi, adalah suatu terobosan besar terkait dengan upaya penyelesaian masalah secara sistematik dan konstruktif. Model solusi dengan pendekatan ekosistem dalam menghadapi COVID-19 yang dikembangkan melalui TFRIC-19 ini, secara holistik dan paralel telah menginisiasi proses hilirisasi inovasi di berbagai bidang sekaligus.

“Model ekosistem riset dan inovasi teknologi yang diperkenalkan melalui TFRIC-19 ini, besar harapan, ke depan dapat direplikasi bahkan dimagnifikasi sebagai salah satu model pendekatan solutif bagi berbagai permasalahan bangsa yang bersifat multi dimensi,” katanya.

Konsep model ekosistem solutif ini jika dapat terus dikembangkan maka akan banyak potensi hasil riset yang dapat dihilirisasi serta mampu melalui “jembatan lembah kematian” (valley of death). Integrasi dan kolaborasi menjadi kata kunci. Prokreasi dan kooperasi atau kerjasama adalah misi inti yang mutlak diperlukan dalam mengkonstruksi sebuah solusi.

Menurutnya, lembah kematian inovasi atau Innovation death valley merupakan kendala dan tantangan yang perlu mendapat perhatian serius serta diperlukan upaya mitigasinya. Dalam menghadapi Lembah Kematian Inovasi, resiko teknologi, resiko pendanaan dan resiko pasar merupakan unsur penting yang perlu dimitigasi secara cermat. Salah satu yang dapat dilakukan untuk memitigasi resiko-resiko tersebut, antara lain melalui kajian mengenai ekosistem inovasi, (red)

Advertisements

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More