Jakarta, Itech– Dengan pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 28 April 2021, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) secara bertahap akan diintegrasikan ke dalam BRIN sebagai Organisasi Pelaksana Litbangjirap (OPL) bersama dengan tiga lembaga lain yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Pembentukan BRIN tersebut dan mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) yang mengamanatkan pengintegrasian kegiatan litbangjirap serta invensi dan inovasi, maka BRIN akan melakukan konsolidasi sumber daya riset dan inovasi Indonesia, baik sumber daya manusia, infrakstruktur, maupun anggaran.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan dengan segala sumber daya yang dimiliki Indonesia, BRIN diminta untuk menjadi motor garda depan sebagai pengungkit menciptakan ekosistem riset yang memiliki standar global. Sehingga pada akhirnya menciptakan fondasi ekonomi masa depan Indonesia berbasis riset dengan fundamental yang kuat dan berkesinambungan.
“Dalam konteks Indonesia saat ini, kami diminta untuk lebih fokus pada digital economy, green economy dan blue economy. Meskipun kita tidak melepaskan upaya untuk mengejar ketertinggalan teknologi dan menciptakan kemandirian teknologi itu sendiri. Jadi ini yang tidak boleh untuk disalahartikan, maksudnya digital-green- blue economy itu apa? Terus kita tidak membuat roket? Tidak begitu juga,” jelas Kepala BRIN saat menjadi salah satu pembicara pada FGD Indonesian Space Agency Pasca Pembentukan BRIN yang digelar secara daring, Senin, (17/5).
“Karena ketiga (hak) itu basisnya adalah kita diminta untuk fokus, yang pada dasarnya memang sumber daya alam lokal dan untuk mengeksplorasi keanekaragaman yang kita miliki. Mulai keanekaragaman hayati (biodiversity), keanekaragaman geografi di mana terkait dengan LAPAN, serta keanekaragaman seni dan budaya,” lanjutnya.
Kepala BRIN menambahkan terkait dengan tema FGD ini, LAPAN mempunyai tugas yang penting terkait eksplorasi keanekaragaman geografi Indonesia, serta teknologi penerbangan dan teknologi keantariksaan. Handoko melanjutkan sesuai amanat UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan (UU Keantariksaan), harus ada lembaga pemerintah yang melaksanakan urusan litbang kedirgantaraan dan penyelenggara keantariksaan. Hal tersebut merupakan best practice secara global saat ini.
“Memang harus ada tangan pemerintah dalam hal keantariksaan. Tidak bisa antariksa itu dilepas begitu saja ke pasar bebas, swasta secara bebas. Meskipun kita harus mengeksplorasi potensi-potensi peran bagaimana swasta bisa berkontribusi pada aktivitas-aktivitas yang terkait keantariksaan dan penerbangan,” terang Handoko.
Lebih lanjut, Kepala BRIN Handoko menyampaikan 5 langkah implementasi yang akan dilaksanakan di BRIN untuk mengakomodasi amanat UU Sinas Iptek dan UU Keantariksaan tersebut. Pertama, penambahan tugas dan fungsi BRIN sebagai lembaga riset kedirgantaraan dan “operator” terkait keantariksaan.
Kedua, mekanisme “pendelegasian kewenangan” untuk representasi Indonesia terkait keantariksaan global (Indonesian Space Agency) ke unit terkait di dalam BRIN. Ketiga, Peningkatan kapastas Indonesia melaksanakan riset dan operasional kedirgantaraan dengan peningkatan ”critical mass sumber daya” (manusia, infrakstruktur, anggaran) riset dan inovasi secara signifikan pasca konsolidasi dalam kerangka BRIN menuju perbaikan ekosistem riset kedirgantaraan. Keempat, penajaman Prioritas (pengamatan antariksa, satelit, persawat N-219, dan lain-lain). Kelima, perlibatan eksternal, yaitu komunitas global, industri, dan penuntasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait teknologi antariksa, kegiatan komersial keantariksaan, dan bandar antariksa.
“FGD ini saya harapkan bisa menjadi titik awal urusan terkait keantariksaan dan kedirgantaraan menuju level yang berbeda, sehingga betul-betul bisa memberikan kontribusi nyata dan signifikan. Saya harapkan dukungannya dari segenap pemangku kepentingan dan komunitas antariksa dan kedirgantaraan, kita bangga memiliki LAPAN, harus kita perbesar skalanya sehingga ke depan kedirgantaraan menjadi ekonomi masa depan Indonesia,” ujar Handoko.
Pada FGD tersebut, Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin mengungkapkan tentang bagaimana posisi LAPAN sebagai space agency sesudah adanya BRIN. LAPAN sebagai lembaga litbang akan diintergrasikan ke dalam BRIN sesuai Pasal 48 ayat 1 UU Sisnas Iptek.
Kepala LAPAN melanjutkan bahwa BRIN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden akan bertindak sebagai ‘Lembaga Penyelenggara Keantariksaan’ sesuai Pasal 38 UU Keantariksaan. “Jadi nantinya yang dimaksud ‘lembaga’ ini dalam UU Keantariksaan, bukan lagi LAPAN tetapi BRIN. Nantinya BRIN akan mendelegasikan tugas fungsi teknis keantariksaan kepada ‘Organisasi Riset LAPAN’. Aspek kebijakan dan regulasi nantinya BRIN yang akan mengkoordinasikan, tentunya dengan masukan dari LAPAN,” terang Thomas. (red)
Comments are closed.