Jakarta, Itech – Badan Standardisasi Nasional (BSN) tengah memfasilitasi pemangku kepentingan merumuskan 6 Rancangan Standar Nasional Indonesia/RSNI yang dapat menjadi acuan dalam proses pengujian halal. Enam RSNI ini disusun oleh Komite Teknis 19-07 Metode Pengujian Biomolekuler dan Bioteknologi dan telah masuk dalam tahap jajak pendapat.
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia Kesehatan dan Halal Badan BSN, Wahyu Purbowasito menjelaskan, perumusan RSNI tersebut menyusul terbitnya Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan bahwa semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, kecuali produk yang yang berasal dari bahan haram. “UU tersebut mengamanatkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga yang menerbitkan sertifikasi halal. Pemeriksaan proses produk halal dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang salah satu syarat pendiriannya adalah memiliki atau berkerjasama dengan laboratorium,” terang Wahyu di Jakarta pada Jumat (26/2).
Dalam konteks kerjasama internasional tentang produk halal, BSN mewakili Indonesia menjadi anggota Standards and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC) sejak tahun 2019, yaitu forum kerja sama negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) di bidang standardisasi dan metrologi.
Terkait laboratorium halal tersebut, Wahyu menjelaskan, saat ini beberapa laboratorium pemerintah, BUMN dan swasta memberikan layanan uji bidang biologi, baik laboratorium mikrobiologi maupun biologi molekuler. Uji deteksi deoxyribonucleic acid (DNA) porcine (babi) secara Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan pendukung proses sertifikasi halal.
Namun demikian, saat ini uji metode tersebut sangat beragam dari gen target, primer, hingga kesepakatan nilai Cycle Threshold (CT). Perbedaan hal tersebut dapat menimbulkan kesalahan yang akan berdampak pada konsumen, industri yang akan menimbulkan kerugian ekonomi, sosial dan agama, serta pengambil keputusan kebijakan. “Untuk itulah, dibutuhkan metode yang terstandar untuk meminimalisir false positive ataupun false negative yang dapat berdampak pada sertifikasi halal,” jelasnya.
Sebagai contoh, RSNI ISO/TS 20224-3:2020. Dokumen ini menetapkan metode real-time PCR untuk deteksi kualitatif DNA spesifik babi yang berasal dari pangan dan pakan. Hal ini membutuhkan ekstraksi DNA yang dapat diamplifikasi PCR dalam jumlah yang memadai dari matriks yang relevan dan dapat diterapkan untuk mendeteksi bahan babi/derivate dari babi (Sus scrofa domesticus) dan babi hutan (Sus scrofa).
Amplifikasi merupakan suatu proses yang dapat menggandakan atau mereplikasi suatu DNA yang semulanya sedikit sekali, bisa menjadi banyak atau berlipat ganda hingga ribuan bahkan jutaan kali. “Uji PCR ini memiliki LOD 95% lebih dan telah divalidasi oleh ISO dengan pengujian di beberapa laboratorium di berbagai negara dan terbukti memiliki spesifitas, sensitivitas, robustness dan unsur lain yang memang layak untuk menjadi standar dalam pengujian,” terang Wahyu.
Dengan ditetapkannya SNI, terdapat acuan yang akurat untuk menentukan apakah terkandung babi pada pangan/pakan atau tidak. RSNI ini merupakan adopsi identik ISO. “Keenam RSNI ini adalah adopsi identik dengan standar internasional, yakni ISO yang dirumuskan melalui jalur fast track, yang artinya cukup mendesak untuk ditetapkan,” ungkap Wahyu.
Sesuai Peraturan BSN Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengembangan SNI, perkiraan waktu perumusan SNI untuk keperluan mendesak adalah 4 bulan dengan waktu jajak pendapat selama 20 hari kalender. Oleh karenanya, dalam masa jajak pendapat, masyarakat bisa menyampaikan tanggapan terhadap 6 RSNI melalui sispk.bsn.go.id sampai dengan tanggal 6 Maret 2021.
Sementara itu, terkait dengan metode uji halal, selain 6 RSNI tersebut, BSN juga telah menetapkan SNI 8965:2021 Metode deteksi dan kuantifikasi etanol pada produk minuman. SNI ini meliputi istilah dan definisi, prinsip deteksi, dan kuantifikasi etanol dalam produk minuman, metode uji, serta keberterimaan hasil perhitungan. (red)
Comments are closed.