Jakarta, Itech- Dalam menyongsong era society 5.0, perguruan tinggi dituntut untuk siap diri dalam merombak pola pendidikan yang sudah dilaksanakan dengan kompetensi yang sangat baku agar pendidikan terus berkembang. Perguruan tinggi harus berani memasuki zona tidak nyaman dengan kompetensi yang belum diketahui. Hal tersebut diungkapkan Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, Nizam pada Talkshow bertajuk “Kampus Merdeka dalam Menyongsong Society 5.0 – Quo Vadis?”, yang diselenggarakan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, pada Kamis (11/2).
“Memasuki society 5.0 kita dihadapkan dengan masa yang cepat berubah dan serba tidak pasti yang ditandai dengan hilangnya pekerjaan dan kompetensi lama yang sudah dipersiapkan oleh perguruan tinggi. McKinsey memprediksi dalam 10 tahun kedepan ada 23 juta lapangan pekerjaan di Indonesia yang akan digantikan dengan otomasi, yang lebih banyak berasal dari lulusan perguruan tinggi sementara pekerjaan yang akan dimasuki hilang dalam waktu yang semakin lama semakin cepat,” kata Nizam, seperti dikutip dalam rilis Ditjen Dikti di Jakarta, Jumat (12/2).
Nizam menambahkan, akibat dari dunia yang semakin cepat berubah, tidak ada pilihan lain selain selalu belajar dan selalu siap beradaptasi dengan melakukan inovasi yang akan berpotensi melahirkan pekerjaan baru yang semakin banyak namun sebagian besar dari pekerjaan tersebut masih belum tersedia saat ini. Dampak positif revolusi industri ke-4 yang ditandai dengan industri digital melahirkan kekuatan pada setiap individu untuk bisa diberdayakan oleh teknologi dan mengakses pasar dunia. “Adanya kreativitas mahasiswa dalam kemampuan bertransformasi di industri ke-4 membuat Indonesia bisa melakukan lompatan besar dengan melahirkan milenial yang siap membangun Indonesia dan menghasilkan Indonesia maju, Indonesia jaya, dan Indonesia sejahtera,” ujarnya.
Melalui program Kampus Merdeka, mahasiswa diberikan kebebasan belajar dengan tetap menanamkan karakter Pancasila, sehingga dapat membentuk mahasiswa menjadi pembelajar mandiri, berwawasan global, adaptif, kreatif, dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang kompleks di era society 5.0.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, Heru Dewanto mengungkapkan, society 5.0 dapat mengatasi permasalahan dunia sehingga perlu dipertahankan karena adanya teknologi industri. Selain itu, adanya industri ini memberikan ruang imajinasi bagi akademisi dalam membayangkan harapan masyarakat untuk ke depannya dan mendorong perubahan sosial dengan membentuk peradaban yang memerlukan pengetahuan dan pemahaman untuk mencapai inovasi, sehingga dituntut untuk mengetahui kondisi sebenarnya pada industri saat ini yang menjadi elemen dasar dalam membuat kebijakan teknologi. (red)
Comments are closed.