Jakarta, Itech- Saat ini, enam institusi tengah mengembangkan vaksin Merah Putih Covid-19 dengan platform berbeda-beda. Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro menyampaikan perkembangan riset vaksin merah putih tersebut dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI pada Senin (18/1/2021) di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta.
Pengembangan vaksin merah putih oleh LBM Eijkman diperkirakan pada bulan Maret bibit vaksin sudah dapat diberikan kepada PT Biofarma untuk selanjutnya dilakukan uji klinis. Untuk Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) diperkirakan bulan Mei 2021 sudah dilakukan pengolahan data, pelaporan dan draf paten. Kemudian Universitas Indonesia (UI) diperkirakan pertengahan tahun 2021 sudah mulai membuat Sel Cho (sel mamalia). Untuk Institut Teknologi Bandung (ITB) diperkirakan pada Desember 2021 masuk kepada uji imunogenisitas (uji pre klinis) pada hewan mencit.
Selanjutnya Universitas Airlangga (UNAIR) diharapkan pada Februari 2020 baru akan dilakukan produksi synthetic adenovirus, uji klinik pertengahan, dan akhir 2021 produksi. Sedangkan Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2021 masih dalam tahapan riset laboratorium. Adapun pemberian izin darurat (Emergency Use Authorization) dan produksi massal untuk vaksin yang dikembangkan LBM Eijkman dan LIPI dengan platform protein rekombinan diperkirakan pada Januari 2022. Sementara vaksin yang dikembangkan UNAIR dengan platform adenovirus ditargetkan pada bulan September 2021.
“Uji klinis dan pengolahan akan menjadi kecepatan dari Bio farma yang didukung oleh Badan POM. Tugas kami adalah secepat mungkin memberikan bibit vaksin kepada PT Biofarma,” ujar Menristek. Selain PT Bio farma, Menristek menyebutkan dalam pengembangan Vaksin Merah Putih juga akan mengajak sejumlah perusahaan swasta yang dapat membantu mempercepat lahirnya vaksin tersebut.
Menurut Menristek, Vaksin Merah Putih tetap diperlukan meskipun Indonesia sudah membeli vaksin dari negara lain. Hal ini dikarenakan beberapa pertimbangan diantaranya belum ada yang mengetahui seberapa lama daya tahan tubuh virus setelah divaksinasi. Jika daya tahan tubuh sudah hilang tetapi virus Covid-19 masih ada maka perlu dilakukan re-vaksinasi. Maka Indonesia tetap perlu kemandirian untuk mengantisipasi kebutuhan vaksin tersebut.
Kedua, adanya kemungkinan mutasi dari virus Covid-19. Sampai saat ini mutasi yang ada belum atau tidak mengganggu kinerja dari vaksin Covid-19 yang sudah ada. Tetapi belum bisa diketahui apakah mutasi di masa depan mengharuskan perubahan komposisi vaksin tersebut. Karena itu, pengembangan Vaksin Merah Putih akan tetap didorong sehingga diharapkan mampu mengatasi kedua hal tersebut. Pengembangan penelitian vaksin nasional juga diharapkan dapat mengantisipasi kemungkinan pandemi atau penyakit menular lainnya yang bisa terjadi di kemudian hari.
Komisi VIl DPR RI mendukung lembaga riset, Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), LBM Eijkman, dan perguruan tinggi untuk dapat mempercepat penyelesaian pembuatan bibit Vaksin Merah Putih agar dapat segera dilanjutkan dengan uji preklinis dan uji klinis dalam rangka mewujudkan kemandirian vaksin di Indonesia. (red)
Comments are closed.