BMKG Apresiasi Pengembangan Sistem Peringatan Dini Gempa

40

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Jakarta, Itech- Tim Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta kembali mengembangkan sistem peringatan dini gempa yang diketahui dapat memprediksi hingga H-14. Hal tersebut dilakukan dengan mendeteksi perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang telah dikenal sebagai anomali alam sebelum terjadinya gempa.


Dikutip dari tempo.co pada Selasa (29/09/20), peringatan dini tersebut digadang-gadang dapat memprediksi H-14 gempa bumi dengan kekuatan di atas enam Magnitudo. Jika skala gempa lebih kecil dan lemah, sistem algoritma yang akan dikembangkan dapat memprediksi dan menangkap gejala gempa bumi satu sampai tiga hari sebelumnya.


Daryono selaku Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG memberikan tanggapan singkat dalam akun media sosialnya, yaitu twitter yang dia tuliskan.
“Bagus jika sudah bisa dan mohon diinfokan kepada kami dan masyarakat, apalagi jika akan ada gempa dengan kekuatan di atas 6,0 kita amati bersama,” tulisnya.


Daryono dalam unggahan twitnya juga tidak berharap bahwa gempa yang berkekuatan 5,0 M atau lebih lemah daripada itu terjadi. “Karena itu sangat banyak setiap hari.”


BMKG sendiri diketahui bahwa dalam tugasnya selama ini selalu memberikan informasi tentang gempa bumi, lokasi, dan kekuatannya belum dapat diprediksi dengan akurat oleh teknologi. Hal tersebut selalu melengkapi keterangan dari BMKG ketika menyampaikan data kejadian gempa dan tetap meminta masyarakat tidak termakan berbagi macam isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Adsense


Termasuk dalam menanggapi hasil riset terbaru tentang gempa tsunamigenik dari selatan Jawa yang sedang viral. Dia menjelaskan bahwa, kajian ilmiah hanya mampu menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust dan skenario terburuk.


Kemudian, Daryono kembali menjelaskan bahwa dengan adanya ketidakpastian akan terjadinya gempa, upaya mitigasi adalah hal yang perlu dilakukan. “Dengan menyiapkan langkah-langkah konkret untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa,”ujarnya.


Sementara itu, Sunarno selaku Ketua tim riset Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM menjelaskan, sistem yang sedang dikembangkan oleh dia dan tim terdiri dari alat EWS yang tersusun dari sejumlah komponen. Dia menyebut seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, controller, penyimpan data, sumber daya listrik sekaligus memanfaatkan teknologi internet of things (IoT).


Sistem itu diakuinya telah mampu memprediksi terjadinya sejumlah gempa. Di antaranya yang terjadi di Bengkulu 5,2 M (28 Agustus 2020), Banten 5,3 M (26 Agustus 2020), Bengkulu 5,1 M (29 Agustus 2020), Aceh 5,0 M (1 September 2020), Pacitan M=5,1 (10 September 2020), Aceh M=5,4 (14 September 2020).


Diketahui pula terdapat lima stasiun pantau/EWS yang tersebar di DIY yang dalam waktu 5 detik sekali dapat mengirimkan data ke server melalui IoT. “Jika seandainya terpasang di antara Aceh hingga NTT kita dapat memperkirakan secara lebih baik, yakni dapat memprediksi lokasi lebih tepat atau fokus,” jelasnya. (DAF)

Advertisements

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More