UGM Kembangkan Sistem Peringatan Dini Gempa Bumi
Jakarta, Itech- Universitas Gadjah Mada beserta Tim Peneliti sedang mengembangkan sistem peringatan dini gempa bumi sekaligus mendeteksi adanya gempa. Bahkan, sistem ini diketahui dapat memprediksi satu sampai tiga hari sebelum gempa terjadi dengan daerah prediksi dari Sabang sampai Nusa Tenggara Timur.
“Dari EWS gempa alogaritma yang kami kembangkan bisa tahu 1 sampai 3 hari sebelum gempa. Jika gempa besar di atas 6 SR sekitar 2 minggu sebelumnya alat ini sudah mulai memberikan peringatan,” jelas Sunarno selaku Ketua tim riset Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM.
Dia menjelaskan bahwa sistem peringatan dini gempa yang sedang dikembangkan bekerja berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum gempa bumi terjadi. Apabila akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Demikian juga permukaan air tanah naik turun secara signifikan.
“Dua informasi ini dideteksi oleh alat EWS dan akan segera mengirim informasi ke handphone saya dan tim. Selama ini informasi sudah bisa didapat 2 atau 3 hari sebelum terjadi gempa di antara Aceh hingga NTT,” jelasnya.
Sistem yang sedang dikembangkan terdiri dari alat EWS (alat bantu penerima siaran televisi digital) yang tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, sumber daya listrik. kemudian, teknologi internet of thing (IoT) juga dimanfaatkan di dalamnya.
Dikutip dari ugm.co.id pada Senin (28/09/20), disampaikan pula bahwa pada tahun 2018 penelitian telah dilakukan untuk mengamati konsentrasi gas radon dan level air tanah sebelum terjadinya gempa bumi. Setelah melakukan pengamatan, selanjutnya dikembangkan dan dirumuskan dalam suatu algoritma prediksi sistem peringatan dini gempa bumi.
Sistem ini terbukti telah mampu memprediksi terjadinya gempa bumi di Barat Bengkulu M5,2 (28/8/2020), Barat Daya Sumur-Banten M5,3 (26/8/2020), Barat Daya Bengkulu M5,1 (29/8/2020), Barat Daya Sinabang Aceh M5,0 (1/9/2020), Barat Daya Pacitan M5,1 (10/9/2020), Tenggara Naganraya-Aceh M5,4 (14/9/2020), dan lainnya.
Dia kembali menjelaskan bahwa, sistem peringatan dini gempa ini telah digunakan untuk memprediksi gempa. Ada 5 EWS yang tersebar di DIY yang dalam setiap 5 detik mengirim data ke server melalui IoT.
“Lima stasiun EWS ini masih di sekitar DIY. Jika seandainya terpasang di antara Aceh hingga NTT kita dapat memperkirakan secara lebih baik, yakni dapat memprediksi lokasi lebih tepat /fokus,” jelasnya.
Sunarno juga menjelaskan bahwa sistem deteksi dini gempa dapat dikembangkan menjadi mekanisme yang dapat membentuk kesiapsiagaan masyarakat, aparat serta akademisi guna mengurangi risiko bencana. Apalagi Indonesia merupakan negara yang berada pada tiga lempeng tektonik dunia yang artinya Indonesia rentan akan terjadinya gempa bumi. Selain itu, juga bisa menjadi rekomendasi sistem instrumentasi untuk peringatan dini gempa bumi dan memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai prediksi gempa bumi sehingga selalu siap dan waspada terhadap bencana gempa bumi.
Kemudian, seperti diketahui sepanjang tahun 2019 telah terjadi 11.473 gempa bumi dimana aktivitas gempa bumi signifikan dengan magnitudo di atas 5,0 dan terjadi sampai 344 kali. Sedangkan gempa kecil dengan kekuatan kurang dari magnitudo 5,0 terjadi sebanyak 11.229. Gempa-gempa tersebut tak hanya menyebabkan ratusan korban luka, tetapi juga merusak ribuan bangunan tempat tinggal dan fasilitas umum.
Dia mengatakan bahwa sistem peringatan dini gempa bumi ini akan terus menjadi perhatian dan dikembangkan sampai mampu memprediksi waktu terjadinya gempa secara tepat, lokasi koordinat episentrum gempa hingga magnitudo gempa. (DAF)
Comments are closed.