Jakarta, Itech- Amazon Web Services (AWS), berkolaborasi dengan World Wildlife Fund for Nature Indonesia (WWF-Indonesia), organisasi nirlaba yang berada di dalam jaringan WWF global, guna mengakselerasi upaya mereka dalam menyelamatkan satwa orangutan di Indonesia dari kepunahan.
Layanan machine learning dari AWS mendukung WWF-Indonesia dalam memantau hingga mengevaluasi ukuran dan tingkat kesehatan populasi orangutan yang tinggal di habitat asli mereka. Dengan teknologi ini, kegiatan survei yang dilakukan oleh WWF-Indonesia kini bisa menjangkau hingga ke teritori yang lebih luas dengan sumber daya yang lebih sedikit, mengurangi biaya operasional, sehingga biaya yang ada bisa disalurkan untuk pos-pos pembiayaan lain yang mendukung upaya konservasi biodiversitas di Indonesia.
Orangutan diketahui sebagai salah satu primata paling cerdas. Mereka memiliki kemampuan untuk menyusun sesuatu, menggunakan peralatan, serta tinggal dalam koloni yang masing-masing memiliki ciri berbeda. Populasi primata tingkat tinggi di Indonesia dan Malaysia saat ini terancam oleh aktivitas manusia yang telah menerobos ke habitat kehidupan mereka, seperti perburuan liar, perusakan habitat, serta perdagangan satwa liar yang dilindungi.
Menurut WWF, populasi orangutan di Kalimantan saat ini berkurang hingga lebih dari 50 persen dalam kurun waktu 60 tahun terakhir. Habitat-habitat mereka juga mengalami penurunan jumlahnya hingga 55 persen dalam kurun waktu 20 tahun belakangan. Orangutan sebagian besar tinggal di pepohonan dan hidup secara soliter. Ini menjadi tantangan bagi para pegiat konservasi untuk mencacah populasi orangutan yang masih tersisa secara akurat.
Sejak 2005, WWF-Indonesia telah melakukan assessment terhadap kesehatan populasi orangutan. Mereka juga telah membangun konservasi habitat mereka seluas 568.700 hektar di Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah, Indonesia. Sebelum itu, proses assessment dilakukan secara langsung di lapangan oleh ahli dan komunitas relawan.
Setiap hari, mereka melakukan pencarian jejak populasi, mengambil foto, mengunduh gambar-gambar ke komputer yang terdapat di basecamp, hingga mengirimkan data tersebut kembali ke kota untuk proses analisis lebih lanjut oleh ahli-ahli konservasi WWF. Proses-proses tersebut dahulu dilakukan secara manual. Butuh waktu hingga tiga hari untuk menganalisis ribuan foto yang terkirimkan. Proses seperti ini rentan akan terjadinya kesalahan karena besarnya data yang diolah secara manual.
“Dengan teknologi AWS, WWF-Indonesia kini bisa mengumpulkan foto secara otomatis dari tiap-tiap ponsel pintar maupun kamera-kamera yang diaktifkan oleh gerakan yang dipasang di setiap basecamp. Foto-foto tersebut kemudian bisa diunggah ke Amazon Simple Storage Service (Amazon S3) untuk keperluan analisis,” kata Aria Nagasastra, Finance and Technology Director WWF-Indonesia, dalam siaran pers, 8/6.
Selama 14 tahun, Amazon Web Services telah menjadi platform cloud yang paling komprehensif dan paling banyak diadopsi di dunia. AWS menghadirkan lebih dari 175 layanan dengan fitur terlengkap untuk komputasi, storage, database, jaringan, analitik, robotik, machine learning dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligent, AI), Internet of Things (IoT), mobilitas, keamanan, hybrid, virtual reality dan augmented reality (VR dan AR), dan media.
AWS mendukung pengembangan, penggelaran, dan pengelolaan aplikasi di 76 Availability Zones (AZs) yang terdapat di 24 kawasan secara global. AWS berencana untuk menambah lagi sebanyak sembilan Availability Zones dan mengembangkan tiga AWS Regions, seperti di Indonesia, Italia, Jepang, Afrika Selatan, dan Spanyol. Jutaan pelanggan yang di antaranya adalah startup-startup dengan pertumbuhan tercepat, perusahaan-perusahaan besar, dan lembaga-lembaga pemerintah terkemuka mempercayakan AWS dalam memperkuat infrastruktur mereka sehingga menjadi lebih gesit dan hemat biaya. (red)
Comments are closed.