Jakarta, Itech – Pada 2045, Indonesia diproyeksikan akan masuk dalam kelompok lima besar negara dengan pendapatan tertinggi di dunia. Hal ini dapat dicapai melalui transformasi ekonomi yang didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi. Pembangunan di periode 2020-2024 menjadi krusial karena berperan sebagai titik tolak menuju visi 2045 tersebut.
Untuk itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) dapat lebih berkontribusi dalam pelaksanaan transformasi dan pengembangan industri di tanah air guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Menko Perekonomian juga berharap BPPT secara konsisten menghasilkan inovasi teknologi produksi bahan baku obat untuk lima tahun ke depan yang diprioritaskan pada produksi
“Kami berharap BPPT berkontribusi dari sisi produksi maupun pengembangan industri yang secara garis besar difokuskan pada industri berorientasi ekspor, hilirisasi industri, industri substitusi impor, industri berbasis kimia, dan industri lainnya,” ungkap Airlangga dalam pembukaan Rapat Kerja (Raker) BPPT Tahun 2020, di Jakarta, Senin (24/2).
Pengembangan industri berorientasi ekspor, lanjutnya, difokuskan pada lima sektor prioritas Revolusi Industri 4.0, yaitu sektor makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, dan kimia. Kelompok ini perlu dikembangkan karena memiliki nilai ekspor tinggi.
Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan peta jalan biodiesel 40 persen (B40). Untuk itu Airlangga berharap BPPT membantu proses uji coba B40 agar bisa diimplementasikan pada Juli 2021. Penerapan B40 akan membantu mengurangi impor pemerintah.
“Lalu, ke depannya juga bisa diciptakan minyak berbasis algae. Chevron sudah mempromosikan, lalu ini jadi tantangan BPPT untuk menerapkan. Sebagai negara penghasil algae yang cukup besar, jangan sampai kita ketinggalan oleh negara lain untuk memanfaatkan ini,” ujarnya.
Selanjutnya, untuk mengurangi defisit neraca perdagangan dan memberikan kepastian ketersediaan bahan baku, pengembangan industri substitusi impor difokuskan kepada farmasi (obat dan bahan baku obat). Saat ini 90% bahan baku obat masih mengandalkan impor. “Jadi, perlu didorong pengembangan penelitian dan pengembangan (litbang) industri farmasi guna meningkatkan kemampuan industri farmasi ke arah litbang yang memprioritaskan bahan baku dalam negeri,” ujarnya. (red)
Comments are closed.