Jakarta, Itech- BPPT dan Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja usai merampungkan Data Lahan Baku Sawah Tahun 2019. Sinergi antar instansi tersebut melahirkan satu data terkait lahan baku sawah Indonesia atau penghitungan luas panen dan produksi 2019. Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, data lahan baku sawah tersebut akan menjadi rujukan utama dalam menentukan kebijakan pangan terutama beras. Dalam proses penyempurnaan data tersebut, BPPT sejak tahun 2018 lalu mengusung penerapan inovasi teknologi Kerangka Sampel Area (KSA).
“Kami bersama BPS, dan kementerian/lembaga lain, terus berkolaborasi melakukan penghitungan yang lebih akurat, agar data lahan baku sawah Tahun 2019 dapat menjadi rujukan yang valid, khususnya dalam memutuskan kebijakan nasional di bidang pertanian,” ujar Hammam usai menghadiri acara Rilis Data Lahan Baku Sawah oleh ATR/BPN, dan Luas Panen Padi dan Produksi Beras hasil survei KSA oleh BPS/BPPT, serta Soft Launching Agriculture War Room (AWR) di Gedung Kementerian Pertanian, pekan lalu.
Inovasi KSA ini merupakan tindak lanjut dari amanat kebijakan pangan 27 Januari 2016. Saat itu Presiden Joko Widodo meminta adanya langkah yang valid, dalam hal sistem data dan informasi pertanian. Metode KSA mulai digunakan sejak Januari 2018 untuk menyempurnakan data produksi padi. Menurut Hammam, KSA merupakan solusi untuk memperbaiki metodologi perhitungan produksi padi. Implementasi pada tataran lapangan dilakukan oleh BPS bekerjasama dengan BPPT, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG) sertaLapan. “KSA dapat memberikan data produktivitas pertanian yang lebih akurat karena cara pengambilan datanya yang harus dilaporkan langsung dari titik koordinat, pengamatannya menggunakan perangkat smartphone dari para mitra statistik di lapangan,” kata Hammam.
Metode KSA inipun menjadi bukti, bahwa teknologi berperan penting dalam menunjang akurasi data statistik. Kepala BPPT pun memberi apresiasi atas sinergi antar pihak yang berhasil menghadirkan teknologi penginderaan untuk perhitungan luas lahan panen, dan jumlah gabah kering giling dan hasil produksi beras nasional tersebut. “Jadi berdasarkan metode hitungannya KSA, didapatkan data, bahwa produksi padi tahun 2019, adalah sebanyak 31.3 juta ton,” paparnya.
Kepala BPPT mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya melakukan kaji terap teknologi, untuk mendukung peningkatan produktivitas pertanian. Salah satunya dengan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). “Penerapan AI di sektor pertanian, tentu akan membawa perubahan besar. Perubahan ini artinya itu manfaat yang baik ya, agar industri agrikultur di Indonesia semakin berdaya saing di era industri 4.0,” urainya.
Keberadaan AWR Kementantan merupakan sebuah terobosan teknologi. Dirinya pun siap memperkuat AWR dengan pemanfaatan AI dengan Internet of Things (IoT), sehingga seluruh tahapan-tahapan vegetasi dari berbagai komoditas pertanian dapat bergerak mengadopsi industri 4.0. BPPT sebagai lembaga kaji terap siap mendukung Kementerian Pertanian dalam memajukan teknologi informasi di sektor pertanian. “Konsepnya adalah AI Kuadrat, yakni AI untuk Agricultural Intelligence. Ini akan menjadi terobosan dalam memberikan penguatan untuk menjaga kedaulatan pangan,” tuturnya.
Comments are closed.