Jakarta, Itech- Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional pemerintah terus menggenjok litbang untuk melakukan percepatan inovasi dengan meningkatkan kemampuan lembaga dalam mengakses informasi teknologi, mengefisienkan penggunaan sumber daya yang ada, dan tata kelola dari hulu ke hilir. Selain itu, Lembaga litbang juga perlu meningkatkan kapasitas Iptek melalui potensi adopsi, adaptasi dan pengembangan teknologi untuk peningkatan daya saing barang dan jasa.
Direktur Lembaga Litbang Kemenristek/BRIN, Kemal Prihatman mengatakan pihaknya akan melakukan percepatan untuk mewujudkan hasil lembaga litbang bisa menjadi produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Pihaknya juga akan memastikan tidak terjadi tumpang tindih penelitian atau duplikasi, termasuk di dalam integrasi lembaga litbang untuk fokus dalam melakukan penelitian.
“Komponen inovasi itu ada kelembagaan, sumber daya, jaringan, kegiatan riset, dan hilirisasi. Kami dari sisi kelembagaan,” kata Kemal didampingi Kepala Sub Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi (KST), Yani Sofyan, pada acara Media Gathering Forwatekin (Forum Wartawan Teknologi dan Inovasi) bertema “Penguatan Dukungan Media pada Program Kawasan Sains dan Teknologi (KST) dan Pusat Unggulan Iptek (PUI)” di Hotel Sahira Bogor, Jumat (6/12).
Kemal menyebut di Indonesia ada sekitar 300 lembaga litbang dari kementerian/lembaga, 300 dari perguruan tinggi, 130 dari industri, serta lembaga-lembaga litbang dari masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas lembaga litbang yang mampu menghasilkan produk iptek dan inovasi berbasis demand/market driven, Kemenristek mengembangkan program pengembangan Pusat Unggulan Iptek (PUI).
“Hal itu akan membuat lembaga Litbang mampu mendukung daya saing pengguna teknologi baik dari dunia industri, pemerintah dan masyarakat sesuai potensi ekonomi daerah dan tema/isu strategis,” kata Kemal yang juga Plt Direktur Kawasan Sains Teknologi dan Lembaga Penunjang lainnya Kemenristek/BRIN.
Dalam pengembangan PUI, Kemenristek telah mengucurkan dana insentif pembinaan PUI sebesar Rp 6,5 miliar pada 2015 dan terus meningkat hingga Rp 37,7 miliar pada 2019. Hingga saat ini, lanjutnya, Kemenristek telah menetapkan 137 lembaga litbang menjadi PUI dengan sebaran 7 PUI dari badan usaha, 53 PUI dari Kementerian, 49 PUI dari Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), dan 28 dari perguruan tinggi.
Dalam melakukan penguatan kelembagaan, pihaknya melibatkan ratusan pakar untuk mendampingi lembaga litbang tentang bagaimana cara menghilirkan produk, mencari investor, standardidasi produk, hingga bagaimana cara menghadapi orang industri. “Sebab bahasa orang industri berbeda dengan bahasa orang pemerintahan,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan Kemal, dalam upaya hilirisasi hasil riset, biasanya lembaga riset melihat dari technology readiness level (TRL) atau tingkat kesiapan teknologi dari level 1-9. Misalnya TRL 6 berarti sudah keluar laboratorium, TRL 7 sudah diuji di lapangan, dan TRL 9 sudah bisa digunakan. Namun dari sisi Industri berbeda cara memandangnya.
“Ini harus diklopkan atau disamakan persepsinya. Karena itu kita melakukan pendampingan-pendampingan agar produk mereka bisa terhilirkan,” tutur Kemal.
Upaya percepatan hilirisasis hasil riset juga dilakukan melalui perhelatan Indonesia Innovation Day (IID) untuk melakukan mempromosikan produk-produk inovasi hingga mendapatkan kontrak dengan industri maupun lembaga litbang di luar negeri. “Kalau ingin menjadi lembaga litbang unggul, kita harus bisa menguasai tidak hanya pasar lokal tetapi juga pasar global terutama di era globalisasi yang sudah tidak melihat batas negara,” terangnya.
Dalam ajang IID, pihaknya memfasilitasi lembaga litbang yang memiliki potensi iptek unggul/produk unggul. Selama setahun sebelum IID, produk unggulan tersebut diperkuat dari sisi proses bisnis, tampilan produk hingga cara melakukan presentasi di luar negeri.
“Bahasa riset kadang suka njlimet. Cara menjual produk juga harus berbeda saat berhadapan dengan orang dari negara lain. Karakteristik orang Jepang dan Eropa misalnya berbeda saat melihat suatu produk,” terang Kemal.
Perhelatan IID pertama kali digelar di Eindhoven – Belanda pada 27 September 2017 yang menghasilkan 1 Memorandum of Agremeent (MoA), 6 Memorandum of Understanding (MoU), dan 3 Letter of Intent. IID 2018 yang digelar Kobe University – Jepang, 16 September 2017 menghasilkan 1 MoA, 6 MoU, dan 15 Letter of Intent. Pada 2019, IID dilaksanakan di Saarland University – Jerman, 26 Juni 2019 yang menghasilkan 1 MoA, 2 MoU, dan 4 Cooperation Agremeent.
Kemal berharap upaya percepatan hilirisasi nantinya akan membuat produk-produk inovasi dari lembaga litbang akan mendorong daya saing Indonesia di kancah global.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi (KST), Yani Sofyan menambahkan saat ini Indonesia memiliki Science Techno Park (STP) yang mencapai 46 buah. Dan 19 STP di antaranya dibina Kemenristek.
Rinciannya, 7 berupa tujuh badan usaha, 54 lembaga pemerintah kementerian, 49 lembaga pemerintah nonkementerian dan 28 perguruan tinggi. STP-STP ini dibangun sebagai wahana hilirisasi iptek untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui penyebaran pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan amanat Perpres no. 106 Tahun 2017 tentang KST.
“Wahana yang dikelola secara profesional untuk mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan melalui pengembangan, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan penumbuhan perusahaan pemula berbasis teknologi,” ujarnya. (red)
Comments are closed.