Jakarta, Itech- Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) menyelenggarakan Seminar “Innovation Driving Sustainable Business – Bridging the Innovation Gap between the Nordics and Indonesia” di Jakarta, (13/11). Seminar inovasi untuk bisnis Indonesia merupakan kerjasama juga dengan Renesans dengan MVB Indonesia, Business Nordic, Kedutaan Finlandia untuk Indonesia, NOKIA dan NODEFLUX.
Di era Revolusi Industri 4.0, setiap negara berlomba-lomba meningkatkan kualitas riset dan inovasinya, karena mereka sadar bahwa riset dan inovasi adalah kunci perekonomian di era ini. Indonesia telah mengalami perkembangan positif di bidang riset dan inovasi, namun pergerakannya masih lebih lambat dibandingkan laju riset dan inovasi negara lain.
Saat ini inovasi menjadi faktor utama kesuksesan ekonomi di segala sektor. Pada Global Innovation Index (GII) 2019, Indonesia menduduki peringkat 85 dari 129 negara, di bawah negara ASEAN lain seperti Singapura (8), Malaysia (35), Vietnam (42), Thailand (43), Filipina (54), dan Brunei (71).
“Pada Global Competitiveness Report 2019 dalam World Economic Forum (WEF), peringkat Indonesia juga turun menjadi 50 dari peringkat sebelumnya yaitu 45. Nilai terendah pada laporan tersebut adalah pada Innovation Capability pillar dimana Indonesia hanya meraih skor 38 dari 100,” ungkap Menteri Ristek /Kepala BRIN, Bambang PS Brodjonegoro.
Menurutnya, kondisi tersebut seharusnya dapat memacu Indonesia untuk membangun dan meningkatkan kapabilitas inovasi untuk lebih maju dalam bersaing dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta untuk menerapkan ekonomi berbasis inovasi. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, Indonesia harus melakukan lompatan-lompatan besar dalam kebijakan bidang riset dan inovasi nasional.
Bambang juga mengungkapkan saat ini riset dan inovasi merupakan faktor utama yang menggerakkan perekonomian di negara-negara maju. Negara-negara Nordik seperti Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, dan Swedia merupakan contoh negara yang sukses memanfaatkan inovasi dalam meningkatkan perekonomiannya.
Karena itu, Indonesia harus senantiasa belajar dari negara-negara maju di bidang riset dan inovasi, baik dari Asia, Amerika dan Eropa, termasuk dari negara-negara Nordik yang telah menunjukkan kesuksesan perekonomian negaranya yang didukung oleh kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
“Investasi yang sangat besar pada riset dan inovasi menjadikan mereka negara inovatif. Contohnya adalah hasil riset yang diterapkan pada produk-produk komersial seperti Nokia, Volvo, Ericsson, Electrolux, Skype, dan Spotify. Banyak perusahaan dan entrepreneur di Nordik yang menciptakan pekerjaan, memperbaiki standar kehidupan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,” jelas Menteri Bambang.
Salah satu kebijakan penting yang telah dihasilkan oleh pemerintah untuk mendukung ekosistem riset dan inovasi nasional adalah terbitnya Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2019 tentang Pengurangan Pajak Super. Tujuannya adalah untuk mendorong investasi dalam industri padat karya, penciptaan lapangan kerja, keterlibatan sektor bisnis dan industri dalam menghasilkan SDM berkualitas tinggi, meningkatkan daya saing, dan meningkatkan pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan litbang. “Pemerintah akan menawarkan pengurangan pajak hingga 200% bagi industri yang berinvestasi pada pendidikan vokasi, dan pengurangan pajak hingga 300% untuk industri dengan aktivitas litbang yang menciptakan inovasi,” ulasnya.
Menteri Bambang juga menyampaikan antusiasme untuk mendengar pengalaman dan masukan dari Nordik sebagai negara inovatif mengenai pengembangan dan implementasi inovasi sebagai bahan pembelajaran bersama. Ia berharap acara seminar dan workshop tersebut dapat memberikan kesempatan bagi para entrepreneur, pembuat kebijakan, akademisi, dan peneliti yang hadir dapat bertukar ide dan gagasan dalam memperbaiki ekosistem inovasi Indonesia dan dapat memperluas jaringan kerjasama.
Deputi Kepala BRIN bidang Penguatan Inovasi, Jumain Appe mengatakan negara-negara Nordik seperti Finlandia merupakan negara yang inovatif. Kegiatan ini dilaksanakan mempelajari bagaimana pemerintah Finlandia mendorong inovasi-inovasi terutama pada perusahaan-perusahaan untuk berkembang menjadi produk riset, inovasi serta bisnis yang berkembang dan berkelanjutan. Karena itu, pihaknya mencoba melakukan pertemuan ini dengan mengudang berbagai stakeholder, akademisi, pengusaha, dan pemerintah untuk bisa membicarakan bagaimana model Indonesia inovasi kedepannya.
“Kita ingin belajar, walaupun nanti tidak 100 persen kita adopsi. Tapi yang cocok itu kira-kira yang mana kita lakukan untuk mendorong sumber daya alam kita agar memiliki nilai tambah, masuk dalam market place. Selain itu, bagaimana manufacturing kita supaya menghidupkan kembali industri nasional,” terangnya.
Professor Alf Rehn, seorang guru besar di bidang inovasi, desain, dan manajemen dari Finlandia, yang telah menjadi Global Innovation Guru, penulis, dan pembicara di berbagai acara, serta tergabung dalam jajaran direksi di beberapa perusahaan Nordik dalam seminar ini mengatakan Nordik telah tergolong ke dalam jajaran negara inovatif. Banyak hal yang dapat dipelajari oleh Indonesia terkait dengan kesuksesan negara-negara Nordik dalam hal inovasi.
Professor Rehn menyampaikan bahwa yang menjadikan sebuah inovasi berdampak dan bertujuan adalah inovasi yang tak hanya dilakukan demi sebuah pengakuan, namun yang dalam intinya bertujuan untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Dalam perjalanan inovasi di negara-negara Nordik, prinsip pendekatan Triple Helix tak hanya membantu mereka berinovasi lebih banyak, namun juga membantu mereka untuk berinovasi lebih baik.
“Triple Helix memang menjadi kunci kesuksesan di Nordik, namun tak hanya itu saja, di sisi lain ada faktor dalam mengembangkan inovasi yang sifatnya tak terukur, yaitu budaya inovasi, yang menjadi pondasi (elemen fundamental) yang melandasi inovasi di berbagai institusi dan perusahaan di Nordik. Salah satu budaya yang sangat dijaga adalah rasa hormat (respect) dan menghargai (appreciate) bahwa seluruh individu memiliki suara dan berhak menyuarakan idenya, serta dihargai,” jelasnya.
Menurut Profesor Rehn, keunggulan inovasi Nordik dibanding dengan negara-negara lain terletak pada kemampuan mereka untuk berdialog, mendengarkan, menghargai, dan berbagi gagasan dan pengetahuan, yang pada akhirnya menciptakan rasa kebersamaan.
“Saya rasa itulah mengapa Nordik merupakan contoh yang baik dalam inovasi, tak hanya karena persatuan dan kebersamaan secara internal, namun juga antar organisasi dan antar negara. Aspek budaya inovasi ini sangat kuat dalam menciptakan organisasi yang lebih kreatif,” tegasnya.
Comments are closed.