Bogor, Itech- Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Soemantri Brodjonegoro, didampingi Kepala BIG Hasanudin Z. Abidin meresmikan Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Informasi Geospasial (SI PTIG) pada puncak acara 50 Tahun Hari Informasi Geospasial, di Cibinong, Bogor, (17/10).
SI PTIG yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terpadu bagi masyarakat, meliputi Sistem Refrensi Informasi Geospasial, Negara Kepulauan, Batimetri Nasional, Sistem Monitoring Jaringan Informasi Geospasial Nasional (SI MOJANG), Sistem Informasi Geospasial Terpadu (SI GESIT).
“Untuk perencanaan yang baik tentunya perlu berbagai macam data, baik data statistik dari BPS, dan data sektoral yang menyangkut kementerian. Peta dibuat oleh BIG, dari waktu ke waktu kementerian terus berkoordinasi untuk memastikan apakah peta peta yang dibuat itu sudah sesuai dengan perencanaan? Apalagi negara kita, negara yang tersentralisasi,” tutur Bambang.
Lebih lanjut dikatakan, sangat penting peta yang detail. Karenanya, Kementerian PPN mendorong BIG dalam membuat peta yang lebih memudahkan berbagai instansi dalam perencanaan. Dan sejauh ini, progresnya sudah sangat baik karena proses perencanaan kita sudah sangat terbantu oleh BIG.
Diharapkan, ke depan BIG menjadi otoritas untuk pemetaan yang berstandar global karena dapat membantu pemerintah dalam kesenjangan letak daerah termasuk informasi seakurat mungkin mengenai kondisi berbagai daerah di Indonesia terutama daerah yang di kategorikan tertinggal, daerah terluar dan daerah perbatasan. Sehingga nanti tidak ada lagi isu pemerintah melupakan daerah-daerah tersebut.
BIG Targetkan Peta Digital Calon Ibukota Rampung Desember 2019
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanudin Z. Abidin mengatakan, banyak hal yang masih perlu dikerjakan oleh BIG. Untuk mewujudkan Kebijakan Satu Peta, misalnya, BIG ke depannya akan mendukung pelaksanaan Satu Data Indonesia. “Saya berharap agar peranan IG bagi Negara dapat memberikan manfaat yang baik,” ungkap Hasanudin.
Perayaan kali ini berema ‘Informasi Geospasial Untuk Indonesia Lebih Baik’. Tema tersebut untuk meningkatkan tanggungjawab BIG akan pentingnya kualitas informasi geospasial yang mengacu kepada satu referensi, satu standar, satu geodatabase dan satu geoportal untuk mewujudkan kebijakan satu peta (one wap policy). “Untuk mewujudkan Kebijakan Satu Peta, BIG kedepannya akan mendukung pelaksanaan Satu Data Indonesia,” kata Ketua Panitia Hari Informasi Geospasial 2019, sekaligus Sekretaris Utama BIG, Muhtadi Ganda Sutrisna
BIG menargetkan peta digital 3 dimensi delapan layer, yang menggambarkan Kota Penajam Paser, Kalimantan Timur, lokasi calon ibu kota negara yang baru, rampung pada Desember 2019. Proses pemotretan dengan skala 1:5000, sudah selesai dan saat ini sedang dalam tahapan perhitungan secara detail.
Menurutnya, data-data peta digital 3 dimensi tersebut bisa dimanfaatkan oleh Pokja dari berbagai instansi, kementerian dan lembaga untuk merencanakan pembangunan kota baru, seperti Pokja infrastruktur. Dengan data-data yang detail terkait lahan dan kondisinya, diharapkan tata ruang ibu kota yang baru akan jauh lebih baik.
Berdasarkan hasil analisis pemotretan peta dasar bumi, Kota Penajem Pasar termasuk wilayah yang cukup aman dari bencana alam terutama gempa bumi dan tsunami. “Kalau dari kajian awal, sangat jauh dari potensi gempa. Tanahnya juga bukan gambut. Cuman memang dekat dengan tempat batubara walaupun di luar wilayah ibu kota baru nanti,” lanjut Hasanuddin.
Kajian lingkungan diakui Hasanuddin sudah lama dilakukan dan ini merupakan pilihan lokasi yang terbaik. Dan saat ini pemerintah focus untuk menyiapkan lebih lanjut terkait perencanaan pembangunan kota baru tersebut.
Diakui, Kalimantan dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia. Meski begitu, pemindahan ibukota ke Kalimantan tidak akan mengganggu ekosistem di dalamnya dan tidak mengubah fungsi sebagai paru-paru dunia. Sebab daerah ibu kota baru merupakan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI). Sedangkan konsep pembangunan ibu kota baru nanti mengarah pada konsep green city, forest city dan smart city.
Sementara itu, Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa penyusunan peta dasar skala 1:5000 akan jadi prioritas pemerintah dalam 5 tahun ke depan. Saat ini hasil kajian telah rampung. RUU akan diserahkan ke DPR akhir tahun ini. Selain kendala biaya, penyusunan peta skala 1:5000 juga terkendala soal SDM.
Nah, untuk menyusun peta skala 1:5000 wilayah Indonesia diluar hutan dibutuhkan dana minimal Rp6 triliun. Peta skala 1:5000 itu sendiri penting sebagai dasar menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) wilayah. Tanpa RDTR, maka investor akan takut menanamkan investasinya baik karena takut bencana maupun takut salah peruntukan seperti kasus Meikarta. (red/ju)
Comments are closed.