Jakarta, Itech- Hadirnya sejumlah inovasi digital dalam sektor ekonomi, menyediakan alternatif jasa layanan keuangan, khususnya bagi masyarakat yang belum mendapatkan akses keuangan. Sinergi regulator maupun pelaku, menjadi penting untuk menumbuhkan ekosistem yang memberikan efek positif bagi perkembangan ekonomi dan keuangan digital.
Pentingnya sinergi untuk mendorong inovasi ekonomi dan keuangan digital mendasari kegiatan pameran di bidang teknologi finansial (fintech), Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 (IFSE 2019) “Innovation for Inclusion” yang dibuka di JCC, (23/9). Peresmian dilakukan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, didampingi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dan Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Niki Luhur.
Menko Darmin menyatakan bahwa inovasi teknologi di dalam sektor keuangan merupakan hal yang harus didukung oleh pemerintah untuk mendorong inklusi keuangan. “Pesatnya perkembangan teknologi keuangan harus didukung oleh semua pihak agar bisa memberikan manfaat. Peningkatan akses terhadap layanan dan produk keuangan akan mampu menumbuhkan perekonomian nasional,” ujar Darmin seraya menekankan bahwa untuk mendukung pertumbuhan fintech di Indonesia, pemerintah melakukan pendekatan ringan atau light touch dalam lingkungan yang menguntungkan untuk semua atau safe harbour.
Dalam kesempatan Fintech Visionary Talk, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan bahwa pembangunan harus bersifat inklusif dan tidak diskriminatif. Ia menyatakan bahwa investasi pemerintah di bidang infrastruktur merupakan upaya untuk mendukung pembangunan, termasuk di bidang teknologi dan fintech, sehingga bisa diakses oleh semua orang. Terkait industri fintech yang terus berkembang pesat, Kemenkeu akan terus memberikan dukungan melalui peraturan-peraturan yang ramah dan tidak memberatkan industri.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan BI berkomitmen penuh untuk mengembangkan sistem pembayaran dan memfasilitasi perkembangan inklusi keuangan, hal ini ditunjukkan melalui beberapa kebijakan atau program yang telah ditempuh BI. Pertama, program elektronifikasi penyaluran bantuan sosial non tunai yang telah disalurkan kepada 15,6 juta Rumah Tangga penerima bantuan sosial, elektronifikasi di bidang transportasi, dan elektronifikasi transaksi pemerintah. Kedua, integrasi sistem pembayaran dengan digital ekonomi secara end to end proses baik dari perbankan, fintech maupun e-commerce ke masyarakat dan bank sentral.
Ketiga, menjamin interlink antara teknologi finansal dan bank untuk menghindari risiko shadow banking. Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumers protection, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat, antara lain melalui penguatan regulatory sandbox. Kelima, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerjasama penyelenggara asing dengan domestik, termasuk dengan otoritas bank sentral negara lain, dengan tetap memperhatikan prinsip resiprokalitas. BI dalam hal ini siap berkolaborasi untuk mewujudkan ekonomi dan keuangan digital sebagai sumber pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, Gubernur BI juga menyampaikan bahwa BI telah menerbitkan serangkaian kebijakan untuk mendukung pengembangan sistem pembayaran Indonesia, antara lain QR Code Indonesia Standard (QRIS) yang diluncurkan Agustus 2019, dan penyempurnaan ketentuan Sistem Kliring Nasional (SKN-BI). Ke depan, sinergi antar pemangku kepentingan perlu semakin diperkuat untuk mendorong ekonomi dan keuangan digital sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, termasuk untuk membangun ekosistem yang mendorong inovasi ekonomi dan keuangan digital.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, mengatakan perkembangan teknologi informasi harus dapat dioptimalikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan meningkatkan efisiensi dalam bertransaksi di sektor jasa keuangan. Sejalan dengan itu, perlindungan konsumen fintech harus dilakukan melalui penerapan kode etik oleh asosiasi fintech, dan juga kehadiran UU terkait perlindungan data nasabah.
Komitmen OJK terhadap fintech dan inovasi keuangan digital pun telah dibuktikan dengan sudah dibuatnya beberapa Peraturan OJK yang mengatur tentang fintech, seperti POJK No. 77/2016, POJK No. 13/2018 dan POJK No. 37/2018. Saat ini juga sudah tercatat 48 perusahaan fintech yang masuk ke dalam 15 kluster inovasi keuangan digital, sudah terdaftarnya 127 perusahaan fintech peer to peer lending (per Agustus 2019) dan satu perusahaan equity crowd funding berizin.
Industri fintech dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. AFTECH sebagai organisasi yang menaungi seluruh perusahaan fintech di Indonesia telah memiliki anggota sebanyak 280 perusahaan, dan 250 perusahaan diantaranya merupakan perusahaan fintech yang beroperasi di sektor sistem pembayaran digital, pinjaman online, inovasi keuangan digital, insuretech, equity crowdfunding dan lainnya.
Pesatnya pertumbuhan industri fintech dapat memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat Indonesia, khususnya untuk segmen retail dan unbanked. IFSE 2019 menjadi wujud komitmen industri fintech dalam mendukung target tercapainya inklusi keuangan sebesar 75% di tahun 2019. Hal ini dilakukan melalui berbagai solusi yang ditawarkan fintech kepada masyarakat Indonesia sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup masyarakat.
Ketua Umum AFTECH Niki Luhur menjelaskan bahwa nilai tambah fintech terletak pada mekanisme distribusinya. “Fintech memanfaatkan channel-channel terbaru baik melalui website, perangkat mobile, dan lain-lain. Hal ini memungkinkan pemain fintech menjangkau masyarakat yang ada di daerah, bahkan daerah terpencil, yang selama ini belum tersentuh bank konvensional,” ujarnya.
Niki juga menekankan pentingnya kerjasama antar industri untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dari kegiatan ilegal seperti penipuan (fraud), kejahatan siber (cyber crime), dan lain-lain. Perlindungan data konsumen menjadi salah satu perhatian utama para pemain fintech dan pemerintah mengingat fintech banyak mengandalkan data konsumen dalam melakukan transaksi. Untuk itu, diperlukan peraturan yang tegas dan jelas mengenai pengelolaan, penggunaan, dan perlindungan data konsumen. (red)
Comments are closed.