Dumai, Itech – PT Pertamina (Persero) berhasil menerapkan co-processing di Kilang Pertamina RU II Dumai untuk menciptakan bahan bakar nabati dengan jenis gasoil (minyak solar).
Co-processing atau pengolahan bahan bakar dengan penggabungan bahan baku minyak fosil dan bahan baku minyak nabati ini dilaksanakan dengan menggunakan katalis berteknologi tinggi hasil pengembangan yang dilaksanakan di Research and Technology Center Pertamina bersama Institut Teknologi Bandung (ITB).
General Manager Pertamina RU (Refinery Unit) II, Nandang Kurnaedi mengatakan implementasi proses pengolahan BBM nabati di Kilang RU II Dumai merupakan batu loncatan besar dalam perkembangan teknologi di Indonesia sekaligus mendorong pengurangan impor minyak mentah.
“Kita perlu berbangga hati bahwa anak bangsa dapat menciptakan katalis yang selama ini didapatkan dari luar negeri. Setelah melalui beberapa tahun penelitian, katalis yang diberi nama Katalis Merah Putih ini telah siap digunakan,” ungkap Nandang di saat peninjauan Uji Komersialisasi Katalis “Merah-Putih” oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir di Kilang Pertamina Unit DHDT Kilang RU II Dumai, Riau pada Kamis (16/5).
Pengembangan katalis ini telah dilakukan sejak 2008 hingga terciptanya katalis generasi kedua yang telah secara optimal mejadi elemen pendukung co-processing di Kilang RU II Dumai. Seluruh proses pengembangan katalis, lanjutnya, dilaksanakan oleh putera puteri terbaik bangsa dan diujicoba di Kilang Pertamina.
Setelah berhasil menciptakan katalis, pengolahan CPO dilakukan di fasilitas Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) yang berada di kilang Pertamina Dumai, berkapasitas 12.6 MBSD (Million Barel Steam Per Day). Penggantian katalis lama dengan versi baru ciptaan dalam negeri mulai dijalankan pada Februari 2019. Injeksi bahan baku minyak nabati mulai dilaksanakan pada Maret 2019.
“Dari hasil uji coba, pengolahan dengan sistem co-processing di unit DHDT ini dapat menyerap feed RBDPO hingga 12%. Pencampuran langsung RBDPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan komponen gasoil dengan kualitas lebih tinggi karena angka cetane mengalami peningkatan hingga 58 dengan kandungan sulphur lebih rendah,” ungkap Nandang.
Adapun CPO yang digunakan adalah jenis crude palm oil yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil). RBDPO tersebut kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar solar ramah lingkungan.
Sementara itu, Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe yang mendampingi Menrisekdikti mengatakan program uji komersial katalis merah-putih ini antara lain bertujuan untuk mengevaluasi kinerja katalis pada skala operasi komersial untuk menghasilkan green diesel. Menurutnya, katalis merah putih ini memiliki kualitas dan komponen lebih bagus dengan harga lebih murah dari katalis impor.
Katalis, terang Jumain, merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi hingga miliaran bahkan triliunan kali lipat. Kemampuan katalis ini memberi peluang untuk menyelenggarakan reaksi pada kondisi yang lebih lunak (temperatur dan tekanan rendah) dengan laju dan selektivitas yang tinggi.
“Kemampuannya ini menyebabkan katalis menjadi kunci pengembangan dan penyelenggaraan industri kimia, perminyakan, polimer, oleokimia, dan pelestarian lingkungan,” lanjutnya.
Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis (TRKK) ITB telah melakukan penelitian di bidang energi terbarukan sejak 1982. Saat ini TRKK-ITB berhasil mengembangkan beberapa katalis untuk pengolahan minyak mentah dan produksi bahan bakar nabati, dan proses produksi bahan bakar nabati dari minyak sawit. Beberapa katalis pengolahan minyak bumi yang dikembangkan bersama PT Pertamina telah dikomersialkan dan telah digunakan di berbagai kilang milik Pertamina.
Kemenristekdikti, terang Jumain, telah mendukung inovasi dari ITB melalui program Inovasi Perguruan Tinggi di Industri (IPTI) sejak 2017. Program uji komersial katalis merah-putih, terang Jumain, merupakan salah satu tonggak (milestone) program IPTI: Penguatan Inovasi dan Pengembangan Produksi Katalis “Merah-Putih” yang didukung oleh Direktorat Penguatan Inovasi, Kemenristekdikti.
Untuk itu, telah disusun roadmap teaching industry Pabrik-katalis pendidikan untuk jangka pendek (2017-2019), jangka menengah (2020-2022), dan jangka panjang (2024-2026) dengan memperhatikan aspek pendidikan, inovasi, dan implementasi industri. Untuk menghasilkan teknologi proses pada jangka panjang dan pabrik katalis nasional pada jangka menengah, kegiatan jangka pendek berfokus pada pembangunan pabrik-katalis pendidikan dan percepatan formulasi katalis.
Fokus pada tahun pertama adalah pembangunan pabrik-katalis untuk pendidikan (Teaching Industry/Factory) di Laboratorium TRKK ITB yang diresmikan pada 11 Oktober 2018. Pabrik-katalis untuk pendidikan ini memiliki kedudukan yang strategis dalam menyelaraskan usaha-usaha komersialisasi hasil-hasil penelitian dalam bidang teknik reaksi kimia dan katalisis.
“Setelah ujicoba katalis ini, industri katalis akan dibangun. Rencananya tahun ini peletakan batu pertama di Purwakarta, Jawa Barat,” pungkasnya. (red/ju)
Comments are closed.